Transportasi Laut Tidak Aman?

Transportasi Laut Tidak Aman?

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Saya terus terang miris, sedih melihat tayangan kecelakaan kapal baru-baru ini; saya miris melihat tayangan kejadian tragis itu karena jujur saya tidak bisa berenang. Kita baru saja melihat tayangan berita dari Minahasa Utara, Sulawesi Utara dimana Kapal Motor (KM) Barcelona 5 dilaporkan terbakar di Pulau Taliase, Minahasa Utara, Sejumlah penumpang yang panik memutuskan melompat ke laut. “Menurut info awal, lokasi kebakaran di seputaran Pulau Talise,” ungkap Sekretaris BPBD Sulawesi Utara, Jerry Harmonsina, dilansir detikSulsel, Minggu (20/7/2025). Saya sedih ketika melihat tayangan seorang bapak sedang menenangkan anaknya yang digendong ditengah laut menunggu pertolongan datang.

Sebelumnya saya juga miris melihat berita tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya ditengah Selat Bali, Rabu malam, 2 Juli 2025 sekitar pukul 23.20 WIB, ada korban yang meninggal dunia ada juga sejumlah penumpang yang belum ditemukan.

Pemerintah mau tidak mau harus fokus pada pembangunan moda transportasi laut berikut prosedur standar keamanan transportasi laut. Hal ini perlu dilakukan karena fakta bahwa negeri kita ini adalah kepulauan, yang terdiri diri sekitar 17.000 pulau dan karena itu disebut sebagai negeri maritim. Sesuai dengan perkembangan ekonomi negara maka jumlah penumpang dan barang yang menggunakan angkutan laut juga meningkat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik selama Januari–Februari 2025, jumlah penumpang mencapai 4,6 juta orang atau naik 19,34 persen dibanding dengan periode yang sama tahun 2024, sementara jumlah barang yang diangkut naik 28,13 persen atau mencapai 78,7 juta ton.

Saya pernah membaca pendapat seorang pengamat atas kejadian tenggelamnya kapal penumpang di Kabupaten Buton, 24 Juli 2023 Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara yang menewaskan belasan orang pada. Sang pengamat menggambarkan standar keamanan transportasi perairan “masih memprihatinkan”, khususnya pada operasional kapal-kapal tradisional, kata pengamat.

Soal keamanan dan keselamatan transportasi laut juga mendapatkan perhatian khusus dari beberapa pakar. Misalnya Tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Rabu (2/7) malam, menandai pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem keselamatan transportasi laut di Indonesia, khususnya pada jalur penyeberangan antarpulau. Menanggapi hal itu, pakar transportasi laut dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ing Ir Setyo Nugroho memaparkan berbagai faktor penyebab kecelakaan kapal sebagai upaya mitigasi di jalur perairan.

Dosen yang akrab disapa Yoyok ini menjelaskan, kecelakaan pada kapal jenis feri ini seringkali terjadi karena beberapa faktor yang berkesinambungan. Kecelakaan pada kapal tersebut terjadi tidak hanya karena faktor alam, namun juga karena kelalaian manusia. “Hampir 90 persen kecelakaan kapal terjadi karena kelalaian manusia,

Beberapa faktor seperti cuaca buruk, pengoperasian kapal yang tidak sesuai prosedur, hingga kondisi mesin yang kurang dirawat menjadi kombinasi yang memicu risiko tinggi terjadinya kecelakaan. “Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan pelayaran di Indonesia perlu menjadi perhatian serius,” tambahnya.

Pengamat transportasi dari Institute Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo, menyoroti prosedur keselamatan darurat KMP Tunu Pratama Jaya setelah muncul kesaksian para penyintas yang menemukan jaket pelampung tercecer di laut.

Sony menduga tidak ada pengarahan awal kepada penumpang terkait risiko-risiko yang bisa terjadi selama kapal berlayar, seperti akses pada jaket pelampung, jalur keluar penumpang ketika terjadi kebocoran kapal, hingga akses ke sekoci. “Dari dulu, kebiasaan di kapal laut kita itu jarang seperti itu. Safety induction [pengarahan keselamatan] setiap pelayaran itu jarang dilakukan, beda dengan pesawat,” katanya.

Sahabat saya Ir. Agus Mualif Rohadi, MM seorang mantan aktivis mahasiswa dan alumni Fakultas Teknik Perkapalan ITS mengamati bahwa perlu adanya monitoring tentang kelayakan sebuah kapal secara rutin. Kalau pesawat udara akan terbang maka para ground crew melakukan check secara teliti terhadap pesawat itu untuk meyakinkan bahwa pesawat layak atau tidak untuk terbang.

Agus Mualif, menambahkan kalau di transportasi laut ada Lembaga yang memonitor kelayakan kapal di Indonesia yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan. BKI bertanggung jawab atas klasifikasi kapal, yang meliputi pemeriksaan desain, konstruksi, dan pemantauan berkala kapal yang beroperasi.

BKI itu yang mengatakan pada pengusaha pemilik kapal untuk melakukan docking kapalnya di galangan kapal secara rutin agar bisa dicek tentang kelayakan kapal.

Masalahhanya kata Agus Mualif, seringkali pengusaha tidak mengindahkan arahan dari BKI, tambahan pula jumlah kapal yang terbatas saat ini dan usianyapun sudah tua. Padahal permintaan terhadap transportasi laut itu meningkat mengingat bertambahnya jumlah penumpang dan barang,

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K