Ubaedillah Badrun: Presiden Tak Bisa Tutupi Korupsi dengan Nama Rakyat, Harus Diberi Peringatan Keras

Ubaedillah Badrun: Presiden Tak Bisa Tutupi Korupsi dengan Nama Rakyat, Harus Diberi Peringatan Keras
Ubaedilah Badrun

JAKARTA – Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sekaligus mantan aktivis 1998, Ubaedillah Badrun, melontarkan kritik keras terhadap Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai Presiden tak bisa menutupi persoalan dugaan korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (KCIC/Whoosh) dengan mengatasnamakan rakyat.

Dalam pernyataannya, Ubaedillah mengatakan Presiden Prabowo harus diberi peringatan keras atas langkahnya yang dinilai cenderung melindungi kebijakan bermasalah.

“Presiden tidak bisa menutupi korupsi dengan mengatasnamakan rakyat. Itu bentuk penyalahgunaan moralitas publik,” ujar Ubaedillah dengan nada kecewa, Jumat (7/11/2025).

Menurutnya, penggunaan APBN untuk menanggung utang proyek KCIC bertentangan dengan prinsip tata kelola keuangan negara yang sehat. Ia menegaskan, rakyat justru akan menjadi pihak yang menanggung kerugian atas keputusan tersebut.

“Kalau APBN dipakai untuk menambal proyek yang bermasalah, rakyat bukan penerima manfaat, tapi justru penanggung rugi diam-diam,” lanjutnya.

Ubaedillah menyoroti perubahan sikap pemerintah setelah sebelumnya Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan dana APBN untuk membayar utang KCIC. Namun Presiden Prabowo kemudian menyatakan bahwa pemerintah akan menanggung kewajiban itu sebagai bentuk tanggung jawab negara.

“Kita sanggup, jangan dipolitisasi,” kata Presiden Prabowo dalam salah satu pernyataannya yang ramai dikutip media nasional.

Bagi Ubaedillah, sikap itu justru menunjukkan gejala politik pembenaran yang berbahaya, karena berpotensi menormalisasi penyimpangan di bawah alasan nasionalisme.

“Menutupi korupsi dengan dalih membela rakyat itu sama saja dengan melecehkan rakyat,” tegasnya.

Konteks Lebih Luas

Proyek KCIC yang digagas sejak era Presiden Joko Widodo kini menjadi sorotan karena pembengkakan biaya dan beban utang. Purbaya sebelumnya menolak penggunaan APBN karena menilai proyek tersebut dibiayai konsorsium BUMN dan investor asing, bukan dana publik.

Namun pernyataan Presiden Prabowo untuk mengambil alih tanggung jawab utang memicu reaksi keras dari sejumlah kalangan, termasuk aktivis dan akademisi.

Ubaedillah menegaskan bahwa kritiknya bukan serangan politik, melainkan bentuk pengingat moral agar pemerintah tetap menjunjung transparansi dan integritas dalam setiap kebijakan publik.

“Negara ini dibangun dari darah perjuangan, bukan dari utang yang disembunyikan di balik slogan,” ujarnya.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K