Wakil Ketua Komisi IX Yahya Zaini: Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien Darurat, Administrasi Nomor Dua

Wakil Ketua Komisi IX Yahya Zaini: Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien Darurat, Administrasi Nomor Dua
Yahya Zaini: Wakil Ketua Komisi IX DPR RI

JAKARTA — Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, M. Yahya Zaini, menegaskan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien dalam kondisi darurat, apapun alasannya. Penegasan ini disampaikan Yahya menanggapi kasus Repan, pemuda Baduy Dalam yang menjadi korban pembacokan oleh orang tak dikenal dan kemudian ditolak rumah sakit di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, karena tidak memiliki KTP.

Kasus ini sontak memicu perhatian publik setelah diketahui Repan—yang sehari-hari berjualan madu di ibu kota—terpaksa mencari bantuan medis lain meski luka di lengannya cukup parah akibat sabetan senjata tajam.

“Kalau standar umum memang harus punya KTP. Tapi kalau keadaan emergency, seharusnya rumah sakit bisa melayani. Dalam situasi darurat, masalah administrasi itu nomor dua,” ujar Yahya saat dihubungi media (4/11/2025).

Repan, pemuda Baduy Dalam yang menjadi korban pembacokan orang tidak dikenal saat ditemui di kawasan Jakarta Barat pada Selasa (4/11/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan

Menurut politisi Partai Golkar tersebut, prinsip utama dunia kesehatan adalah menyelamatkan nyawa manusia lebih dulu. Administrasi hanya merupakan prosedur yang bisa diselesaikan setelah pasien dalam kondisi aman.

“Yang penting pasien mendapat pelayanan terlebih dahulu. Demikian mestinya sikap rumah sakit, sebab rumah sakit tidak boleh menolak pasien,” tegasnya.

Yahya juga menyoroti pentingnya pengawasan menyeluruh terhadap sistem pelayanan rumah sakit agar kejadian serupa tidak terulang. Ia menyebut bahwa tanggung jawab pengawasan tergantung pada jenis rumah sakit yang bersangkutan.

“Kalau rumah sakit vertikal atau rumah sakit pusat, diawasi Kemenkes. Kalau RSUD diawasi Pemda setempat,” jelasnya.

Kasus penolakan terhadap Repan menambah daftar panjang persoalan pelayanan publik yang belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kecil, terutama kelompok adat seperti warga Baduy.

Padahal, menurut Yahya, Komisi IX DPR telah berulang kali menekankan kepada Kementerian Kesehatan agar memastikan seluruh rumah sakit di Indonesia menerapkan prinsip non-diskriminatif dalam layanan kesehatan, terutama dalam keadaan gawat darurat.

Sementara itu, kasus pembegalan terhadap Repan telah dilaporkan ke Polsek Cempaka Putih dan tengah dalam proses penyelidikan. Hingga berita ini ditulis, pihak berwenang belum mengungkap identitas rumah sakit yang sempat menolak memberikan perawatan kepada korban.

Yahya berharap kejadian tersebut menjadi pelajaran penting bagi seluruh fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, agar menegakkan etika kemanusiaan di atas segala aturan birokratis.

“Tidak ada alasan bagi rumah sakit untuk menolak pasien darurat. Hak atas pelayanan kesehatan adalah hak semua warga negara tanpa terkecuali,” tutupnya.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K