JAKARTA – Pada Minggu, 10 Agustus 2025, dalam momen Upacara Kehormatan Militer di Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung, sebuah video viral memperlihatkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan melewati barisan pejabat, termasuk Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)—tanpa berjabat tangan.
Padahal, Gibran justru menyalami pejabat militer seperti Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kepala Staf TNI, yang membuat gestur ini langsung memicu pro dan kontra di publik.
1. Salah Ambil Gambar? Perspektif yang Diperdebatkan
Ketika kehebohan memuncak, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia angkat bicara: menurutnya, video yang viral itu adalah persoalan angle atau sudut pengambilan gambar. Ia juga menegaskan bahwa selama perjalanan Gibran dan dirinya satu kereta cepat, bahkan duduk bersebelahan—seolah menegaskan bahwa tidak ada ketegangan antar keduanya.([RCTI+]
[3], [Radar Solo]
[1])
2. Analisis Politik: Jarak Formal, Jarak Metaforis?
Sementara itu, pengamat politik Dedi Kurnia Syah dari Indonesia Political Opinion (IPO) menilai, gestur Gibran mencerminkan ketidaksiapannya membaur secara mental sebagai pemimpin. Menurut Dedi, sikap tersebut memperlihatkan bahwa Gibran belum sepenuhnya menyatu dalam dinamika kabinet atau tidak nyaman dalam interaksi antar elit politik.
Lebih jauh lagi, pengamat politik Muslim Arbi meyakini gestur ini bukan kebetulan semata, melainkan simbol rivalitas politik—atau sekadar sinyal dingin—antara kubu yang dekat dengan Gibran (Geng Solo) dan kubu Demokrat (Geng Pacitan). Menurutnya, bahasa tubuh bisa menjadi alat penyampaian pesan politik lebih kuat daripada kata.
3. Respons Publik dan Politisi: Baper atau Hanya Formalitas?
Fenomena ini segera menyulut perdebatan publik. Dari kubu pendukung Jokowi, Laskar Cinta Jokowi (LCJ) meminta kader Demokrat untuk tidak terlalu baper. Koordinator mereka, Suhandono Baskoro, menilai bahwa kejadian tersebut bisa saja disebabkan situasi sibuk, protokol formal yang ketat, atau momen yang terlewat—bukan embel-embel politik jahat.
4. Menguak Isi: Apakah Ini ‘Opera Politik’ atau Sinar Satu Kali Momen?
Dari sudut investigasi, ada tiga kemungkinan besar di balik insiden ini:
1. Kecelakaan Protokoler: Suasana upacara militer yang formal dan cepat membuat beberapa momen sosial terlewat—Gibran buru-buru menuju panggung atau fokus pada tugas, bukan menyampaikan pesan panas.
2. Gestur Politik Halus: Oftentimes, dalam politik elitis, bahasa tubuh dan gestur adalah salah satu bentuk komunikasi paling terselubung. Melewati AHY—ketua Demokrat—tanpa berjabat tangan, bisa menjadi sinyal dingin kepada kubu Demokrat bahwa ada ketegangan yang belum reda.
3. Pesan Simbolik untuk Pemirsa Internal: Jika dilihat lewat kaca politik dalam, hal ini bisa diarahkan untuk menanamkan image Gibran sebagai figur yang independen, tidak terlalu melekat dengan “politik lama” atau loyal terhadap elite politik tertentu.
5. Monitor Lanjutan—Apa Selanjutnya?
Perlu Konfirmasi Resmi: Apakah kedua pihak—Gibran maupun AHY—akan memberikan klarifikasi? Apakah ini hanya kesalahpahaman atau pertanda ketegangan yang lebih dalam?
Dinamika Koalisi: Di tengah konsolidasi pemerintahan, sinyal ketegangan seperti ini bisa memicu geger politik. Bagaimana respons Demokrat dan AHY selanjutnya?
Media Sosial sebagai Arena Politik: Warganet dan meme merajalela, menunjukkan bahwa tatkala gestur pejabat terekam, hampir tak ada gestur yang luput dari analisis politik—kadang terlalu dilebih-lebihkan, kadang perlu diapresiasi sebagai bagian komunikasi modern.
Kesimpulan
Insiden Wapres Gibran melewati Menko AHY tanpa berjabat tangan menggambarkan betapa—di era politik visual dan viral—sekilas gerakan sederhana bisa terbaca sebagai kode politik. Apakah ini sekadar momen kepraktisan, atau sinyal dingin dalam elite politik? Hanya waktu, pernyataan resmi, dan dinamika berikutnya yang akan menjawabnya.
Pada akhirnya, di dunia politik modern, kadang gesture berbicara lebih keras daripada kata; dan Gibran mungkin baru saja melakukan retorika tanpa suara yang tersiar lewat kamera.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Air minum di Teheran bisa kering dalam dua minggu, kata pejabat Iran

Perintah Menyerang Atas Dasar Agama

Forum Bhayangkara Indonesia DPC Ngawi Layangkan Somasi ke Camat Kwadungan Soal Pengisian Calon Sekdes Desa Tirak

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Study Tour ke Jogja Diduga Buat Ajang Bisnis, Kepala SMAN 1 Patianrowo Nganjuk Diduga Langgar Hukum

Dari Api Surabaya ke Api Perubahan: Anies Baswedan dan Gerakan Mencerdaskan Bangsa

Sudah Bayar 200 Juta, Tidak Lulus Seleksi Calon Perangkat Desa Tirak, Uang Ditagih

Dari Api Surabaya ke Api Perubahan: Anies Baswedan dan Gerakan Mencerdaskan Bangsa

Warna-Warni Quote



No Responses