Korupsi Pertamina Perkapalan: Ahli Pidana Ingatkan Bisa Seret Menteri Hingga Buron Riza Chalid

Korupsi Pertamina Perkapalan: Ahli Pidana Ingatkan Bisa Seret Menteri Hingga Buron Riza Chalid
Kapal tanker Pertamina

JAKARTA – Skandal korupsi yang melilit Pertamina International Shipping (PIS) kian menyeruak setelah Kejaksaan Agung menetapkan Arief Sukmara sebagai tersangka pada 10 Juli 2025. Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, produk kilang, dan KKKS periode 2018–2023 itu disebut telah merugikan negara hingga Rp285 triliun.

Namun, menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, penetapan tersangka ini hanyalah pintu awal. Ada tiga jalur besar yang jika ditelusuri serius, bisa membuka keterlibatan pihak-pihak lain yang lebih tinggi, termasuk dugaan aliran dana ke pejabat Pertamina, oknum aparat penegak hukum, politisi, bahkan auditor negara.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman (dua dari kiri) Minggu (20/4/2025) siang ketika sedang berada di pantai TolireTernate, Maluku Utara.

Pintu Pertama: Pungli 30% dari 775 Kapal Tanker

Yusri menegaskan, Kejagung harus berani memerintahkan audit investigasi terhadap pungutan liar sekitar 30% dari nilai kontrak penyewaan 775 kapal tanker oleh PIS.

Kapal-kapal ini tidak hanya beroperasi di dalam negeri melalui perusahaan ship management seperti PT Waruna Nusa Sentosa, PT Sukses Inkor Maritim, PT Gemilang Bina Lintas Tirta, PT Caraka Tirta Pratama, dan Arcadia Shipping Pte Ltd, tetapi juga di luar negeri lewat perusahaan berbasis Singapura dan Dubai, seperti Synergy Maritim, NYK, Bernhard Schulete, Thome, dan Wallem Ship Management.

Dari sinilah diduga dana siluman puluhan triliun mengalir. Jika jalur ini tidak disentuh, publik bisa menilai Kejagung hanya “main aman” dan bahkan ikut menikmati aliran tersebut.

Mekanisme Sawa Kapal Tanker di Pertamina Internastional Shipping (PIS)

Pintu Kedua: Tiga Kapal Tanker Misterius

Kasus lain yang tidak kalah janggal adalah pengadaan tiga kapal tanker — MT Sembakung, MT Patimura, dan MT Putri. Kapal-kapal ini dipesan sejak 2014 dari galangan kapal di Tiongkok dan Batam, dengan total biaya sekitar USD 25 juta.

Namun, hingga menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI tahun 2025, ketiganya tidak pernah masuk dalam daftar aset Pertamina. Ironisnya, galangan kapal Chenye di Tiongkok yang disebut membangun salah satunya kini sudah lama bangkrut.

“Semua pejabat PIS bungkam ketika ditanya soal kapal ini,” ungkap Yusri, menegaskan adanya indikasi kuat pengadaan kapal fiktif.

Pintu Ketiga: Mark Up Sewa Olympic Luna

Fakta lain yang sudah disinggung Kejagung adalah mark up 13% sewa kapal Olympic Luna, dari harga publikasi USD 3,76 juta menjadi USD 5 juta. Mark up ini melibatkan Arief Sukmara, Sani Dinar Saifudin, dan Dimas Werhaspati.

Yusri meyakini praktik serupa juga terjadi di kontrak tanker lainnya. Ia bahkan menyoroti dugaan kuat bahwa direksi PIS membentuk puluhan perusahaan cangkang di luar negeri untuk menampung keuntungan gelap, sekaligus menghindari pajak ke negara.

Ahli Pidana: Bisa Sentuh Pejabat Tinggi

Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI), Dr. Muhammad Taufiq, SH,MH, menilai Kejagung selama ini cenderung tebang pilih dan memilih kasus yang “mudah diusut”, cari gampangnya saja.

Menurutnya, jika Kejagung benar-benar melakukan profiling terhadap semua aktor dalam pengadaan kapal fiktif, pungutan liar, dan mark up sewa kapal, bukan mustahil pejabat tinggi Pertamina bisa ikut terseret. Karena itu dosen FH Unissula Semarang itu meragukan jika Kejaksaan Agung berani mengungkap.

Dr Muhammad Taufiq, SH MH, Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI).

Taufiq juga mengingatkan, praktik ini tak bisa dilepaskan dari figur lama seperti Riza Chalid, yang hingga kini buron dan diyakini memiliki jejaring politik serta bisnis kuat.

“Semua ini terkait tokoh penting di negeri ini yang selama ini cawe-cawe. Jangan lupa, Kejagung juga bukan institusi yang steril dari campur tangan politik. Riza Chalid pasti ada yang mendampingi,” tegasnya.

Ditambahkan, orang-orang itu bisa ditersangkakan dengan pasal 55 ayat(1) KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana. Yang ancaman pidana sama dengan pelaku utama

Jalan Terjal Kejagung

Bagi publik, kunci penegakan hukum bukan hanya soal siapa yang sudah ditetapkan tersangka, tetapi seberapa jauh keberanian Kejagung membuka “pintu-pintu” besar tadi.

Jika berhenti di level manajer, kasus ini hanya akan jadi episode kecil. Namun bila benar-benar menelusuri aliran dana, perusahaan cangkang, hingga pejabat yang cawe-cawe, maka skandal Pertamina Perkapalan bisa menjadi kasus megakorupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K