Dugaan Mega Korupsi Rp 285 Triliun di Pertamina Perkapalan: CERI Desak Kejagung Usut Tuntas “Tiga Pintu” Pertamina

Dugaan Mega Korupsi Rp 285 Triliun di Pertamina Perkapalan: CERI Desak Kejagung Usut Tuntas “Tiga Pintu” Pertamina
Kapal Tanker Pertamina

JAKARTA – Penetapan Arief Sukmara sebagai tersangka pada 10 Juli 2025 oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Produk Kilang, dan KKKS periode 2018–2023 disebut baru langkah awal. Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, setidaknya ada tiga pintu besar yang harus dibongkar Kejagung jika benar-benar ingin menyelamatkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 285 triliun.

“Kalau Kejagung berhenti hanya di level individu tanpa membuka pintu-pintu besar ini, publik bisa menilai ada permainan yang melibatkan oknum di internal Kejagung maupun lembaga lain,” tegas Yusri, Selasa (12/8/2025) di Jakarta.

Yusri Usman Direktur Eksekutif CERI

Pintu Pertama: Skandal Ship Management

Yusri menyoroti praktik pungutan sekitar 30% dari nilai kontrak sewa kapal yang dilakukan lewat sistem ship management. Dari catatannya, ada sekitar 775 kapal tanker yang disewa oleh Subholding PT Pertamina International Shipping (PIS) selama 2018–2023.

Sedikitnya lima perusahaan lokal mengelola kapal tanker untuk kebutuhan dalam negeri, mulai dari PT Waruna Nusa Sentosa hingga Arcadia Shipping Pte Ltd. Sementara untuk pengangkutan luar negeri, PIS bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan berbasis Singapura dan Dubai, seperti Synergy Maritim, NYK, Thome, hingga Wallem Ship Management.

“Dugaan kuat, dari sinilah mengalir dana siluman puluhan triliun ke pejabat Pertamina, oknum aparat penegak hukum, auditor negara, dan politisi,” beber Yusri.

Pintu Kedua: Misteri Hilangnya 3 Kapal Tanker

Kasus lain yang harus diselidiki, kata Yusri, adalah pengadaan tiga kapal tanker – MT Sembakung, MT Patimura, dan MT Putri – yang dipesan sejak 2014. Nilainya sekitar USD 25 juta, namun hingga jelang HUT ke-80 RI, kapal-kapal tersebut tak pernah tercatat sebagai aset PIS.

“Galangan kapal di Chenye, Tiongkok, tempat salah satu kapal dipesan, sudah lama bangkrut. Anehnya, semua pejabat PIS bungkam ketika ditanya soal hilangnya kapal ini,” ujar Yusri.

Pintu Ketiga: Mark Up Olympic Luna

Pintu terakhir yang disebut Yusri adalah dugaan mark up sebesar 13% dalam sewa kapal Olympic Luna. Menurut keterangan Kejagung, harga sewa time charter dinaikkan dari HPS USD 3,76 juta menjadi USD 5 juta.

“Kasus Olympic Luna ini hanya contoh. Dugaan serupa bisa berlaku pada kontrak tanker lainnya. Inilah yang harus dibongkar secara menyeluruh,” kata Yusri.

SPV Luar Negeri dan Bayangan Pajak

Selain itu, Yusri juga mempertanyakan keberadaan puluhan perusahaan cangkang (Special Purpose Vehicle/SPV) di luar negeri yang dibuat oleh Direksi PIS. Banyak di antaranya menggunakan identitas staf atau karyawan biasa.

“Akibatnya, penghasilan sewa kapal tidak masuk ke kas negara karena tidak dikenai pajak di Indonesia. Kalau ini tidak ditindaklanjuti, kerugian negara makin besar,” jelasnya.

Desakan Publik Kian Menguat

Pakar hukum dan masyarakat sipil ikut mendesak Kejagung untuk serius menuntaskan perkara ini. Muhammad Taufiq, dosen dan ahli pidana Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), menegaskan perlunya pendekatan hukum progresif agar kerugian negara bisa dikembalikan.

Dr Muhammad Taufiq, SH,MH, Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI)

Sementara itu, praktisi hukum Andi Syamsul Bahri menilai pola ship management harus dibongkar karena berpotensi menjadi ladang rente. Pegiat antikorupsi Ferri Bastian pun menekankan, kasus ini harus menjadi pintu masuk pembenahan tata kelola migas dari hulu ke hilir.

Namun hingga berita ini diturunkan, Dirut PIS Surya Tri Harto belum merespons konfirmasi wartawan. Pihak Kejagung melalui Kapuspen juga memilih diam.

Ujian Integritas Kejagung

Publik kini menanti langkah Kejagung. Apakah berani menelusuri aliran dana besar hingga menyentuh lingkaran kekuasaan, atau justru berhenti di level tersangka yang sudah diumumkan.

“Kalau Kejagung tidak membuka tiga pintu ini, jangan salahkan publik bila muncul tudingan tebang pilih dan dugaan adanya kompromi politik,” pungkas Yusri.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K