Tulisan berseri ini diambil dari buku menarik berjudul “Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna di Turki dan Spanyol” yang ditulis oleh Biyanto, Syamsudin, dan Siti Agustini. Ketiganya adalah fungsionaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
Buku ini mengisahkan perjalanan di Turki dan Spanyol, dua tempat yang penuh dengan memori kejayaan Islam dimasa lalu. Buku ini sangat menarik. Selamat mengikuti serial ini.
SERI-3
Rombongan Rihlah Peradaban PWM Jawa Timur berkesempatan mengunjungi kota tua Istanbul Republik Turki. Istanbul adalah kota amat bersejarah, mengingat selama kurang lebih 500 tahun pernah menjadi pusat pemerintahan Khilafah Turki Utsmani.
Tentu saja Istanbul menyimpan banyak tonggak peradaban yang bersejarah. Di antaranya adalah Istana Topkapi. Istana megah yang pernah menjadi tempat tinggal para sultan dan tempat mengendalikan pemerintahan.
Di pintu gerbang pertama Istana Topkapi (secara harfiah bermakna gerbang Maryam), berhias kaligrafi Arab yang cukup indah. Di situ tertulis: As-Sulthanu zillullahi fil ardhi ya’wi ilaihi kullu mazlumin min ‘ibadihi. Yang terjemahannya, bahwa sultan adalah bayang-bayang Allah di bumi, berlindung kepadanya semua hamba Tuhan yang dizalimi.
Kalimat tersebut bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Isfahani dari Abdullah bin Umar RA.
Tentu banyak aspek yang menarik untuk di kaji masalah ini. Setidaknya otentisitas konsep yang dikatakan sebagai sabda Nabi SAW, asal usul konsep itu, dan sejauh mana penyeberannya di dunia Islam. Hadits Sultan Bayang-Bayang Tuhan di Bumi
Kaligrafi yang berarti Sultan adalah bayang-bayang Allah di bumi di salah satu sudut Istana Topkapi, Istanbul, Turki. (PWMU.co)
Hadits As-Sulthanu zillullahi fil ardhi, terbilang kontroversi atau musykil, baik dari sisi otentisitasnya ataupun dari maknanya. Dari sisi otentisitasnya ada yang menilai shahih ada juga yang menilai dha’if. Dari sisi maknanya ada yang menilai sejalan dengan prinsip-prinsip umum dalam syariat Islam.
Ada juga yangmengatakan sebaliknya, yaitu bertentangan dengan prinsip-prinsip umum dalam syariat Islam. Ibnu Taimiyah adalah salah satu tokoh yang menilai hadits ini shahih, sebagaimana terdapat dalam Majmu’ Fatawa-nya. Mengatakannya sebagai hadits yang shahih. Maknanya pun juga shahih. Di mana penguasa punya kewajiban kewajiban menteladani sifat Allah. Dalam hal ini adalah sifat rahman dan rahim-Nya. Semacam menjamin kehidupan, memelihara, menolong, serta
makna-makna lain yang menggambarkan ketergantungan mutlak makhluk kepada al-Khaliq. Itulah pangkal kemaslahatan ciptaan dan hamba-hamba Allah.
Demikianlah penguasa jika ia baik, maka baik pula semua urusan rakyatnya, jika ia buruk rusaklah urusan rakyatnya, (Majmu al-Fatawa: V/123).
Namun kebanyakan ulama ahli hadits menyatakan hadits As-Sulthanu zillullahi fil ardhi adalah dha’if, bahkan palsu. Periwayatan melalui jalur Abu Hurairah dinyatakan dha’if oleh Imam as-Suyuti dan Syaikh al-Albani, (as-Silsilat adh-Dha’ifah: 1663).
Sedangkan periwayatan melalui jalur Abdullah bin Umar dinyatakan dha’if oleh Zainuddin al-Iraqi (Takhrij Ahadits al-Ihya’, IV/1). Muhammad Faris Jaradat mengatakan bahwa semua hadits dalam masalah ini palsu, bagian dari riwayat israiliyat yang bersumber dari karangan Ka’ad bin al-Akhbar. Tokoh Yahudi yang masuk Islam pada zaman khilafah Umar bin al-Khattab. Umar sendiri mengingatkan masyarakat agar mewaspadai gerak gerik tokoh tersebut.
Baca Juga:
- Rihlah Peradaban, Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol (Seri-1): Wilayah Turki Yang Terbelah Asia dan Eropa
- Rihlah Peradaban,Perjalanan Penuh Makna Di Turki Dan Spanyol (Seri-2): Merasakan Kebesaran Allah di Istanbul
Hadits karangan Ka’ab al-Akhbar yang berbunyi As-Sulthanu zillullahi fil ardhi amat kuat hubungannya dengan akidah Jabariyah yang mendominasi pikiran-pikiran umat Islam pada abad-abad berikutnya. Memasukkan ide-ide tentang sakralnya penguasa dan dihubung hubungkan dengan ketuhanan (https://www.ida2at.com/ author/mohamed-jaradat).
Konsep Sultan Bayang-Bayang Tuhan di Bumi
Tidak ada kesepakatan di antara para ulama tentang konsep negara agama pasca kenabian. Mengingat empat orang khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW, tidak menisbatkan kekuasaan politik mereka dengan semacam “wahyu” atau anugerah ilahiah. Gelar yang disematkan hanyalah Khalifah Rasulillah atau Pengganti Rasulullah. Bukan gelar khalifatullah (pengganti Allah) dan zillullah (bayang-bayang Allah).
Benar para sahabat Nabi baik dari kalangan Anshar ataupun Muhajirin menyebut Abu Bakar sebagai khalifah saat mereka berbaiat kepadanya. Namun semata-mata pengganti Rasulullah dalam memimpin umat. Kemudian Abu Bakar wafat. Keadaan pun menuntut untuk memanggil pengganti Abu Bakar dengan Amir al-Mukminin. Itu pun semata-mata kapasitasnya sebagai pemimpin rakyat, bukan wakil Tuhan di bumi.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq pernah dipanggil orang sebagai khalifatullah. Sontak ia menjawab, “Saya bukan khalifatullah. Tetapi saya adalah khalifahnya Rasulullah”.
Berdasarkan paparan ini, maka gelar keagamaan yang sakral dan disematkan kepada pada para sultan ditanyakan asal usulnya. Abdurrahman Salim mengatakan bahwa ajaran agama Islam tidak mengenal hirarki keagamaan, sehingga konsep pemerintahan teokrasi dalam Islam tidak memiliki akar yang kuat.
Konsep penguasa atau para raja adalah tititsan Tuhan berasal dari keyakinan agama-agama kuno sebelum Islam. Konsep ini kemudian masuk ke dalam tradisi keislaman. Konsep teokrasi adalah cara untuk menghegemoni rakyat dan keabadian kekuasaan atas nama Tuhan, dengan cara mensakralkan politik kekuasaan yang sejatinya profan. Di samping itu, juga tidak ditemukan data bahwa para khalifah Abbasiyah menggunakan gelar khalifatullah dan zillullah (Abdurrahman Salim, 2000: 154-156).
Hujjatul Islam al-Ghazali mengakui bahwa konsep zillullah fil ardhi populer dalam pemikiran politik Islam Sunni. Namun makna sebenarnya dari konsep tersebut bukanlah menempatkan penguasa di atas batas-batas kemanusiaannya, melainkan penguasa sebagai pengemban amanah pelaksanaan keadilan Ilahi dalam rangka menegakkan syariat-Nya. Hal ini sejajar dengan fungsi manusia sebagai khalifah di dunia ini.
Dalam kitab Nasihat al Muluk, al-Ghazali menerangkan ciri-ciri utama penguasa dalam peranannya sebagai “bayang-bayang Tuhan”. Bayang-bayang ketuhanan yang dimaksud adalah mengejawantahnya nilai-nilai luhur pada diri penguasa. Di antaranya adalah sifat cerdas, berwawasan luas, sempurna jasmani, tajam intuisi, berani, akhlak mulia, membela yang lemah, kasih sayang pada rakyat, menjaga marwah dan kebesaran kerajaan, dermawan, pintar komunikasi, menguasai ilmu pemerintahan, dan menghayati tatakrama sebagai raja.
Menurut Tun Suzana Tun Hj Othman, dengan penjelasan ini, al-Ghazali ingin meyakinkan bahwa konsep zilullah fil ardhi itu tidak bersifat mistis, namun harus diletakkan pada frame tauhidmakrifat. Konsep bayang bayang Allah bukanlah keyakinan di mana Allah mengambil tempat pada diri manusia sebagaimana dalam I’tiqad Hulul. Namun manusia sebagai makhluk yang memadai dalam menerima pantulan bayangan atau tempat tajalli dari sifat dan asma’-Nya yang agung. Sehingga keadilan raja, kemurahan, kebesaran, keagungan, kekuatan, dan kekuasaannya, hakikatnya hanyalah pantulan sifat ketuhanan yang dipancarkan dari dzat Yang Maha Sempurna.
Dengan kenyataan itu, seorang raja tidak pantas sombong dan angkuh, karena semuanya adalah milik Allah yang dipantulkan kepada hamba-Nya yang tertentu (ar-ar. facebook.com., diunduh pada 26 Oktober 2022)
(Bersambung)
EDITOR: REYNA
Related Posts

Prancis dan Spanyol menuntut pembatasan hak veto PBB untuk memastikan keadilan di Gaza

Mesir sepakat dengan Iran, AS, dan IAEA untuk melanjutkan perundingan guna menemukan solusi bagi isu nuklir Iran

Kepala Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mencalonkan diri sebagai Sekretaris Jenderal PBB

Laporan PBB: Sebagian besar negara gagal dalam rencana iklim yang diperbarui

Rencana Tersembunyi Merobohkan Masjidil Aqsa, Klaim Zionis Menggali Kuil Sulaiman, Bohong!

Umat Islam Jangan Diam, Israel Mulai Menjalankan Rencana Jahatnya: Merobohkan Masjid Al Aqsa

Wakil Ketua Komisi I DPR Sukamta : Mr Trump, Tidak Adil jika Pejuang Palestina Dilucuti Senjatanya Sementara Israel Dibiarkan Menembaki Gaza

AS Tolak Peran Hamas dan UNRWA di Gaza, Blokade Bantuan Israel Berlanjut

Pemerintahan Trump akan membuka suaka margasatwa Alaska untuk pengeboran

Akankah pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir memberdayakan Afrika atau justru memperkuat ketergantungan pada negara asing?




cam tokensDecember 28, 2024 at 12:27 pm
… [Trackback]
[…] Read More on that Topic: zonasatunews.com/internasional/rihlah-peradabanperjalanan-penuh-makna-di-turki-dan-spanyol-seri-3-menemukan-bayang-bayang-allahdi-istanbul/ […]