JAKARTA – Suatu hari Nasiruddin Hoja berjalan-jalan menyusuri kota untuk memenuhi hasrat dan hobinya. Suasana hatinya senyaman suasana setiap sudut kota yang ia lihat.
Tapi setibanya di satu tempat, tiba-tiba dari arah belakang seseorang mendaratkan satu tamparan tepat di pipi kirinya. “Plak!!!” “Aduh,” teriak Nasiruddin kesakitan.
Kontan ia marah mendapatkan perlakuan kasar yang begitu tiba-tiba. Apalagi dia tidak kenal dengan orang itu.
“Hei! Apa Salah saya sehingga harus menerima tempelengan sekeras ini?” kata Nasiruddin
“Aduh. Maafkan saya. Saya kira Anda teman akrab saya yang sudah lama tidak saya jumpai,” Jawab si penampar.
“Akrab sih akrab, tapi jangan seenaknya menampar orang begitu dong,” kata Nasiruddin.
Meskipun sudah mengakui kesalahannya, Nasiruddin tidak mau menerima permohonan maaf pria asing itu begitu saja. Hatinya sudah terlanjur mangkel.
Namun ia sadar tidak mungkin bisa membalaskan sakit hatinya dengan menampar pipi orang di hadapannya ini, bisa-bisa malah ia yang terkena sanksi dari aparat penegak hukum.
Demi mendapatkan keadilan, ia memilih menempuh jalur hukum, alias mengadukan lelaki itu kepengadilan.
“Assalamu’alaikum,” ucap Nasiruddin sesampai di kantor pengadilan.
“Saya ingin melaporkan sebuah persoalan,” kata Nasiruddin menyampaikan maksudnya.
Nasiruddin lalu menjelaskan akar perkara mulai dari A sampai Z sesuai fakta apa adanya,
Tapi rupanya si hakim adalah sahib alias teman si penampar Nasiruddin Hoja.
Akibatnya, hakim itu berlaku tidak adil dalam memutuskan perkara. Si penampar dibebaskan dari segala tuntutan. Nasiruddin protes atas keputusan pengadilan yang menurutnya tidak adil. Tapi si hakim malah menyalahkan dirinya.
Nasiruddin membentak pak hakim dan melancarkan protes keras atas ketidakadilan tersebut. Hakim pun akhirnya membatalkan keputusan pertamanya dengan keputusan yang baru.
Hakim berkata kepada si penampar, “Baiklah kalau begitu. Sekarang aku tetapkan agar kamu memberi ganti rugi sepuluh dirham tunai kepada Nasiruddin. Pergi dan ambilah uang sepuluh dirham dan berikan uang itu kepadanya,” kata pak hakim
Si penampar pergi meninggalkan pengadilan, sementara Nasiruddin menunggu si lelaki berjam-jam untuk mendapatkan ganti rugi. Tapi yang ditunggu tak menampakkan batang hidungnya.
Akhirnya sadarlah Nasiruddin bahwa dia telah ditipu oleh lelaki tadi dengan bantuan rekayasa pak hakim yang membiarkannya pergi begitu saja.
Ketika melihat hakim tenang-tenang saja, bahkan pura-pura sibuk dengan pekerjaan lainnya, hati Nasiruddin dongkol, panas, mangkel, dan kesal tidak karuan.
Tiba-tiba, “Plak!!!” Nasiruddin menampar pipi si hakim dan berkata, “Maaf Pak hakim, aku sibuk sekali hari ini, dan tidak punya waktu untuk menunggu lebih lama lagi. Tolong, nanti terima ganti ruginya untuk Anda. Aku lagi tergesa-gesa nih…”
Nasiruddin pun melangkah pergi meninggalkan si hakim yang masih shock mendapatkan tamparan tak terduga tadi. Sementara pak hakim tak bisa berkata apa-apa. Dia hanya menggosok-gosok pipinya yang terasa perih akibat ulah si Nasiruddin.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Fakus Perjuangan Kita – Selamatkan Indonesia Dari Kehancurannya

Panja DPR Ambil Alih Komando Reformasi Penegak Hukum

Menyingkap Serangan Balik Mafia Migas dan Tambang

Tandem Pernyataan Sikap FPP-TNI Dan Forum Kebangsaan DIY

Nilai-Nilai Al-Quran Dalam Pancasila

Ummat Islam Makin Terpuruk Secara Politik

Kedaulatan Kompor – Martabat Negara: Orkestrasi Bauran Energi Dapur Rakyat: LPG, DME, Jargas & CNGR

Mengapa OTT Kepala Daerah Tak Pernah Usai?

Sedikit Catatan Pasca Pemeriksaan di Polda Metro Jaya (PMJ) Kemarin

Operasi Garis Dalam Jokowi: Ketika Kekuasaan Tidak Rela Pensiun




No Responses