Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri 2): Tertunda Pulang

Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri 2): Tertunda Pulang
Dr Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Jika merujuk pada Al Qur’an secara benar, maka kita tidak saja menemukan betapa kitab suci ini memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap akal manusia. Logika dan berfikir menjadi proses untuk memahami ciptaanNya yang akan bermuara pada mengimani keberadaanNya. Dengan kata lain antara hati dan otak atau antara keyakinan dan fikiran bukan saja seharusnya berjalan seiring, lebih dari itu seharusnya saling menopang dan saling melengkapi. Jika muncul ketidak serasian atau ketidak sinkronan diantara keduanya, maka kita harus introspeksi diri, mungkin saja ilmu yang terakumulasi di kepala belum cukup atau perkembangan sain dan teknologi belum menjangkau atau pemahaman kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an keliru.

Novel ini berkisah seputar masalah ini.

Karya: Dr Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UN Tourism

SERI-2: TERTUNDA PULANG

Aku mulai mengemas barang-barang yang memungkinkan dibawa pulang, sejumlah buku penting kusisipkan di kopor sementara yang lainnya kusumbangkan ke KBRI atau kuberikan kepada teman-teman mahasiswa yang membutuhkannya sebagai hadiah. Pada saat bersamaan Aku mulai berpamitan kepada dosen dan sejumlah teman dekat, sebagian dilakukan di kantin dalam bentuk syukuran perpisahan, termasuk kepada sejumlah diplomat di KBRI.

Pagi hari saat sarapan bersama istri dan anak-anak, Aku menerima pesan singkat dari Sekretaris Dubes yang isinya: “Pak Dubes ingin ketemu”, katanya.

“Jangan-jangan akan memberikan hadiah perpisahan secara spontan”, fikirku berspekulasi.

“Kapan saya boleh menemui beliau ?”, responku.

“Hari ini boleh”.

“Jam berapa ?”.

“Jam berapa saja boleh karena Bapak sedang tidak sibuk di kantor”.

Pak Dubes mengawali pembicaraannya dengan menceritakan bahwa Indonesia terpilih menjadi Executive Members UN Tourism bersama China, Jepang, dan Korea Selatan untuk mewakili kawasan Asia Pasific dalam summit di Kamboja.

“Lembaga yang mengurusi pariwisata yang berkantor di Madrid kan ?”, tanyaku menegaskan.

“Betul”, jawab beliau.

“Apa manfaatnya ?”, tanyaku lagi.

“Kita akan memiliki peluang untuk ikut menentukan arah kebijakan lembaga PBB ini, paling tidak untuk lima tahun kedepan”, jawab Pak Dubes sambil mencermati wajahku.

“Apa kepentingan nasional kita ?”, tanyaku mengejar.

“Dunia pariwisata merupakan andalan bagi banyak negara saat ini dan kedepan sebagai salah satu dari sumber devisa negara. Jangan lupa Spanyol kini menjadi salah satu tujuan wisata dari banyak bangsa di dunia yang hanya kalah dengan Perancis, dan perekonomian negara ini sangat bergantung pada dunia wisatanya”, katanya sambil mengarahkan telunjuknya ke lantai.

“Lalu apa hubungannya dengan Saya ?”, tanyaku tak sabar.

“Sebelum sampai kesana, perlu disadari bahwa di kawasan ASEAN saja Indonesia masih kalah dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Padahal alam kita jauh lebih menarik, makanan dan budayanya lebih beragam, serta berbagai seni dan kerajinan yang kita miliki jauh lebih kaya. Dan semuanya sampai saat ini belum mampu kita kapitalisasi secara maksimal sebagai sumber devisa negara”, katanya dengan nada serius.

Aku diam saja sambil menunjukkan sikap yang kurang tertarik dengan subjek pembicaraan.

Mungkin karena membaca raut wajahku, beliau lalu mengatakan: “Sekarang Saya mau menjawab pertanyaan mu. Saya baru saja menerima pesan dari Sekjen UN Tourism Mr. Zarif bahwa terbuka peluang bagi orang Indonesia untuk bekerja di sana dengan gaji sesuai dengan standar internasional”, katanya sambil menatap mataku seakan menunggu jawaban.

“Rasanya disiplin ilmu Saya tidak ada korelasinya dengan dunia wisata”, komentarku dengan nada tak bergairah.

“Begini !”, katanya sambil menarik nafas panjang.

Kemudian melanjutkan: “Sebagian besar mereka yang kini bekerja di UN Tourism justru bukan orang yang memiliki latar belakang pendidikan atau profesi di bidang wisata, ada ekonom, ahli hukum, diplomat, dan politisi. Hanya Sebagian kecil yang memiliki pengalaman langsung dengan dunia wisata”.

“Tapi dunia wisata kan sangat lengket dengan maksiat !”, komentarku sinis.

“Itu dulu, sehingga ada istilah yang sangat terkenal 4S”, katanya.

“Apa itu ? Saya tak mengerti”, komentarku.

“4S singkatan dari: Sun, Sand, Sea, dan Sex. Sekarang konsep dunia wisata sudah berkembang jauh”, katanya sambil memperbaiki posisi duduknya.

“Maksudnya ?”.

“Dunia wisata yang kini berkembang adalah wisata yang mengandalkan keindahan dan keunikan alam yang dimilikinya, termasuk sosial budaya masyarakatnya. Selain itu semangat untuk menjaga kelestarian alam termasuk melindungi beragam hayati yang ada di dalamnya menjadi ruhnya”.

“Tapi tetap saja membahayakan ketaatan dan ketentraman umat dalam menjalankan ibadah”, kataku.

“Justru sebaliknya ! Ajaran agama dan ritual-ritual keagamaan disamping bisa menjadi daya tarik untuk mengenalkan identitas dan jati diri sebagai sebuah masyarakat yang religius dan memiliki banyak kearifan lokal. Bersamaan dengan itu masyarakat bisa mendapatkan penghasilan yang bisa meningkatkan kesejahteraannya”, katanya berargumen.

“Apakah kita akan menjual agama ?”, tanyaku dengan nada sinis.

“Bukan begitu ! Kita bisa mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjadikan rumah ibadah sebagai bagian dari tujuan wisata, beragam bentuk peribadatan bisa dimasukkan ke dalam kalender wisata, juga nilai-nilai agama yang berkembang di masyarakat bisa menjadi bagian dari kearifan lokal yang jika kita pandai mengemasnya justru bisa menjadi media dakwah baru ? ”, katanya.

“Ada lagi ?”, tanyaku sambil memberikan isyarat mau pamitan.

“Sementara Saya kira cukup, lalu bagaimana dengan tawaran itu ?”, tanyanya.

“Tolong berikan Saya waktu Pak, Saya belum siap menjawabnya”, sambil berdiri dari tempat dudukku.

“OK, tetapi jangan lebih dari seminggu !”, katanya mengingatkan.

Aku lalu pamitan, selain diriku sendiri belum siap menjawabnya, juga Aku merasa tidak bijak mengambil keputusan sendiri. Istriku harus juga didengar pendapatnya, dan lebih dari itu bagaimana dengan perjanjian kerja yang telah Aku tandatangani dengan pimpinan Perguruan Tinggi tempatku mengabdi.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Baca Juga Seri-1:
Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri 1: Syukur)

Novel karya Dr Muhammad Najib yang lain dapat dibaca dibawah ini:

1) Novel “Di Beranda Istana Alhambra” terdiri dari 36 seri. Klik Link: Di Beranda Istana Alhambra (1-Mendapat Beasiswa)

2) Novel “SAFARI” terdiri dari 31 seri. Klik Link: Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-1): Meraih Mimpi

3) Novel “BERSUJUD DIATAS BARA” terdiri dari 59 seri. Klik Link: Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita

4) Novel “JALUR REMPAH SEBAGAI JEMBATAN TIMUR BARAT” terdiri dari 40 seri. Klik Link: Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-1): Kembali ke Madrid

Last Day Views: 26,55 K