Oleh: Muhammad Chirzin
Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik dipegang oleh rakyat, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang dipilih oleh rakyat. Dalam demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin dan mempengaruhi kebijakan publik melalui proses pemilihan umum, referendum, dan partisipasi aktif dalam proses politik.
Meritokrasi adalah sistem di mana posisi dan kekuasaan diberikan berdasarkan kemampuan, prestasi, dan kualifikasi individu, bukan berdasarkan kekayaan, status sosial, atau hubungan keluarga. Dalam meritokrasi, orang-orang yang paling kompeten dan berprestasi diberikan kesempatan untuk memimpin dan mengambil keputusan.
Demokrasi dan meritokrasi dapat berjalan bersama-sama, tetapi juga dapat memiliki ketegangan. Dalam demokrasi, kekuasaan dipegang oleh rakyat, sedangkan dalam meritokrasi, kekuasaan dipegang oleh mereka yang paling kompeten. Idealnya sistem demokrasi menggabungkan prinsip-prinsip meritokrasi untuk meningkatkan kualitas pemerintahan dan kepemimpinan.
Sebagian muslim alergi dengan demokrasi dengan alasan bahwa dalam Islam tidak ada istilah demokrasi, padahal salah satu pilar demokrasi Pancasila ialah musyawarah yg merupakan salah satu landasan politik Islam.
Anomali ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya pemahaman tentang demokrasi dan Islam. Pada dasarnya demokrasi dan Islam tidak bertentangan secara fundamental. Demokrasi Pancasila, khususnya, memiliki prinsip musyawarah yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Kedua, Islam memiliki berbagai interpretasi dan aliran, sehingga beberapa orang memiliki pandangan yang berbeda tentang demokrasi dan sistem politik.
Ketiga, faktor politik dan ideologi mempengaruhi pandangan seseorang tentang demokrasi dan Islam.
Dalam konteks Indonesia, Pancasila sebagai ideologi negara telah berhasil mengintegrasikan nilai-nilai Islam dan demokrasi. Musyawarah sebagai salah satu pilar demokrasi Pancasila memang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti syura (musyawarah) dalam Islam.
Menurut Syaikh Ahmad Thayyib, Pancasila bukan hanya sejalan dengan ajaran Islam, melainkan justru sebagai esensi nilai-nilai ajaran Islam. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan prinsip musyawarah, serta keadilan sosial adalah intisari ajaran Islam.
Meritokrasi dalam perspektif Islam dapat dilihat sebagai sistem yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Pertama, kemampuan dan kompetensi. Islam menekankan pentingnya kemampuan dan kompetensi dalam memilih pemimpin dan mengemban tugas. Dalam Al-Quran, Allah Swt berfirman, “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum dewasa (belum matang) harta (yang banyak) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan…” (QS An-Nisa: 5). Ayat ini menunjukkan bahwa kemampuan dan kompetensi sangat penting dalam mengemban tanggung jawab.
Kedua, keadilan dan transparansi. Meritokrasi menekankan pentingnya keadilan dan transparansi dalam proses seleksi dan penilaian. Islam juga menekankan pentingnya keadilan dan transparansi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pemerintahan dan kepemimpinan.
Ketiga, penghargaan terhadap kemampuan. Islam memberikan penghargaan terhadap kemampuan dan prestasi individu. Dalam Al-Quran, Allah Swt berfirman, “Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu itu…'” (QS At-Taubah: 105). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt akan melihat dan menghargai kemampuan dan prestasi individu.
Keempat, kepemimpinan yang amanah. Meritokrasi juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang amanah dan bertanggung jawab. Islam juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang amanah dan bertanggung jawab, sebagaimana firman Allah Swt, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada ahlinya…” (QS An-Nisa: 58).
Meritokrasi dalam perspektif Islam dapat diimplementasikan dengan cara: (1) menilai kemampuan dan kompetensi individu berdasarkan prestasi dan kualifikasi yang nyata; (2) mengembangkan sistem seleksi dan penilaian yang adil dan transparan; (3) memberikan penghargaan terhadap kemampuan dan prestasi individu; dan (4) mengembangkan kepemimpinan yang amanah dan bertanggung jawab.
Demokrasi memiliki banyak wajah tergantung pada interpretasi dan implementasinya. Demokrasi Pancasila sesungguhnya berseberangan dengan demokrasi liberal. Demokrasi Pancasila dan demokrasi liberal memiliki perbedaan mendasar dalam filosofi dan implementasinya. Demokrasi Pancasila menekankan pada musyawarah dan mufakat, sedangkan demokrasi liberal lebih fokus pada kebebasan individu dan persaingan politik.
Unsur-unsur demokrasi liberal mengemuka di Indonesia, meskipun Demokrasi Pancasila menjadi ideologi negara. Pertama, karena pengaruh globalisasi. Globalisasi membawa pengaruh besar pada sistem politik dan ekonomi Indonesia, termasuk adopsi prinsip-prinsip demokrasi liberal.
Kedua, reformasi politik. Pasca-Orde Baru, Indonesia melakukan reformasi politik yang membuka ruang bagi partai-partai politik baru dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses politik.
Ketiga, perubahan sistem pemilihan. Pemilihan presiden langsung oleh rakyat, seperti yang kita lihat saat ini, adalah contoh nyata dari adopsi prinsip demokrasi liberal.
Tantangan implementasi demokrasi di Indonesia yang dihadapi antara lain, pertama, ketidakseimbangan kekuasaan. Kekuasaan yang terlalu besar pada satu institusi atau individu memicu penyalahgunaan kekuasaan dan menghambat proses demokrasi yang sehat.
Kedua, korupsi dan inefisiensi masih menjadi masalah besar dalam sistem politik Indonesia yang melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan proses demokrasi.
Ketiga, kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebar memicu ketidakstabilan sosial dan politik, serta menghambat proses demokrasi yang sehat.
Demokrasi liberal tidak boleh melibas demokrasi Pancasila yang berasas kekuasaan dari rakyat dengan rakyat dan untuk rakyat. Republik ini dimerdekakan oleh rakyat semesta, mengapa sekarang NKRI dikuasai oleh Partai Politik? Dominasi partai politik menyebabkan kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit.
Solusi untuk meningkatkan kualitas demokrasi, pertama, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses politik dapat membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses politik sehingga kekuasaan dipegang oleh rakyat. Ketiga, menguatkan lembaga demokrasi, seperti parlemen dan lembaga pengawas, agar kekuasaan benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.
Tanpa kembali ke UUD 1945 Asli Demokrasi Pancasila tidak dapat ditegakkan dengan saksama. Menurut UUD 1945 ASLI, MPR adalah lembaga tertinggi Negara, pemberi mandat kepada Presiden untuk melaksanakan GBHN. Presiden sebagai mandataris MPR bertanggung jawab kepada MPR.
Dampak negatif perubahan UUD 1945 yang membuat Presiden tidak bisa dimintai pertanggungjawaban oleh MPR, pertama, melemahnya akuntabilitas Presiden. Tanpa mekanisme pertanggungjawaban kepada MPR, Presiden merasa tidak terlalu bertanggung jawab atas kinerjanya, sehingga menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.
Kedua, MPR sebagai lembaga tinggi negara tidak lagi memiliki kekuasaan untuk meminta pertanggungjawaban Presiden, sehingga kontrol terhadap kekuasaan eksekutif menjadi lemah.
Ketiga, tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang efektif, Presiden cenderung melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan tidak transparan dalam pengambilan keputusan.
Keempat, tanpa GBHN, Presiden memiliki lebih banyak ruang untuk menentukan arah kebijakan tanpa harus mempertanggungjawabkannya kepada MPR.
Ide pindah ibu kota negara ke tengah hutan Kalimantan yang diajukan Presden Jokowi adalah termasuk efek negatif UUD 2002. Mudarat pemindahan ibu kota negara ke hutan Kalimantan, pertama dan utama, adalah kerusakan lingkungan. Pembangunan infrastruktur menyebabkan penggundulan hutan dan kerusakan ekosistem, mengancam keseimbangan lingkungan dan keanekaragaman hayati. Kedua, investasi besar yang diperlukan amat sangat membebani anggaran negara. Sebaiknya IKN ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Next : Reformasi Partai Politik
Api Diujung Agustus (Seri 17) – Retakan di Dalam Bayangan
Elon Musk, Steve Bannon, dan Peter Thiel tercantum dalam dokumen terbaru Epstein
Pungutan Liar 30% di Balik Sewa Kapal Tanker: Terbongkar Sumber Korupsi Ratusan Triliun di Tubuh Pertamina
Kapal Hantu, Dana Siluman, dan Perusahaan Cangkang: Skandal Korupsi PIS 285 Triliun Dibongkar
Spiritualitas Dalam Pembangunan Bangsa
Dua Tim Reformasi
GSW : Monumen Kegagalan Lain Setelah IKN?
Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (21): Membongkar Jejaring Internasional Riza Chalid
KPK Terkesan Mengulur Waktu Dalam Menetapkan Tersangka
No Responses