JAKARTA — Sejumlah operator SPBU swasta secara massal membatalkan rencana pembelian base fuel (BBM dasar) yang diimpor dan ditawarkan oleh PT Pertamina (Persero). Penolakan itu memicu kekhawatiran pasokan di beberapa jaringan SPBU swasta dan menimbulkan perdebatan soal spesifikasi teknis serta kepatuhan dokumen asal barang.
Fakta utama
Pembatalan pembelian oleh Vivo dan BP-AKR. Vivo Energy Indonesia sempat menyepakati pembelian 40.000 barel dari 100.000 barel cargo Pertamina, namun kemudian membatalkan pembelian. BP-AKR (operator BP di Indonesia) juga menunda atau membatalkan rencana serupa.
Pemicunya: kandungan etanol 3,5%. Hasil uji terhadap base fuel tersebut menunjukkan kandungan etanol sekitar 3,5%. Operator swasta menyatakan kandungan ini tidak sesuai dengan spesifikasi produk yang ingin mereka jual — meski menurut peraturan Kementerian ESDM kadar etanol hingga 20% masih diperbolehkan.
Kekhawatiran dokumen asal (certificate of origin). Selain soal etanol, BP-AKR menyebutkan tidak mendapat certificate of origin yang jelas untuk kargo impor Pertamina, sehingga ada risiko kepatuhan terhadap aturan perdagangan internasional dan sanksi. Itu menjadi salah satu alasan mereka menunda pembelian.
Pertamina menegaskan produk sesuai spesifikasi pemerintah. Manajemen Pertamina menyatakan seluruh produk yang disalurkan memenuhi spesifikasi resmi pemerintah dan mekanisme pengadaan yang berlaku, sambil membuka ruang dialog teknis jika ada isu.
Reaksi pejabat dan pengamat
Menteri ESDM/pejabat terkait merespons. Beberapa pejabat pemerintahan telah dimintai penjelasan; Menteri/pejabat energi memberi komentar bahwa masalah perlu diselesaikan secara teknis dan administratif agar pasokan tidak terganggu. (laporan media: tanggapan publik dan kementerian).
Pengamat menyebutkan ada faktor lain. Pengamat energi menilai pembatalan bukan sekadar soal etanol — bisa juga terkait harga, kesepakatan bisnis, atau mekanisme pengadaan yang dinilai rumit bagi operator swasta. Mereka menekankan perlunya transparansi spesifikasi dan dokumen impor agar hubungan antar-pihak kembali lancar.
Dampak dan risiko
Stok BBM di beberapa SPBU swasta menipis. Operator menyatakan sisa stok mereka hanya cukup beberapa hari jika pembelian baru tidak segera dilakukan, sehingga ada risiko gangguan pasokan layanan ritel.
Kemungkinan negosiasi teknis lanjutan. Media melaporkan pihak swasta terbuka membeli jika masalah teknis (kandungan etanol) dan administratif (sertifikat asal) bisa diselesaikan — artinya solusi dapat ditemukan tanpa harus mengubah peraturan.
Kesimpulan sementara
Berdasarkan laporan media dan pernyataan resmi yang tersedia, penolakan massal SPBU swasta terhadap BBM impor yang ditawarkan Pertamina terutama disebabkan oleh kandungan etanol 3,5% yang dinilai tidak cocok dengan spesifikasi produk mereka, serta ketidaktersediaan dokumen asal yang jelas. Meski kadar etanol tersebut relatif kecil dan secara regulasi masih dalam ambang yang diizinkan, bagi operator merek swasta hal ini berdampak pada standar kualitas produk dan risiko hukum/komersial. Sementara itu, Pertamina dan calon pembeli menunjukkan ada ruang untuk penyelesaian teknis dan administratif sehingga pembelian di masa mendatang tetap mungkin.
EDITOR: REYNA
Related Posts

PBB meluncurkan proses formal untuk memilih sekretaris jenderal berikutnya

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

Bukan Sekadar Layar: Kehadiran yang Membentuk Hati Anak

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo


No Responses