JAKARTA – Pegiat Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi Indonesia (GMPAKI), Ferri Bastian, mendesak Kejaksaan Agung agar segera menuntaskan dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina International Shipping (PIS). Desakan ini menyusul temuan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, yang sebelumnya mengungkap adanya indikasi kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.
“Kejaksaan Agung jangan ragu-ragu, harus cepat bergerak. Anda dilihat rakyat. Jangan salahkan rakyat bila Kejaksaan lambat bergerak, lalu rakyat marah dan mengamuk. Anda bekerja digaji dari uang rakyat. Saat ada dugaan mega korupsi di PIS, yang merampok uang rakyat ratusan triliun, wajar kalau rakyat mendesak Anda bergerak cepat,” kata Ferri kepada wartawan, Senin (29/9/2025).
Ferri menambahkan, dirinya khawatir atas kelambatan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus ini. Terlebih, muncul rencana penggabungan tiga anak usaha Pertamina di tengah polemik korupsi di PIS. “Jangan sampai penggabungan tiga anak usaha Pertamina ini menjadi usaha untuk menghilangkan jejak mega korupsi di PIS,” tegasnya.
Tiga Pintu Investigasi
Sementara itu, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menilai Kejaksaan Agung memiliki sedikitnya tiga pintu masuk untuk membongkar kasus dugaan korupsi di PIS.
Pertama, jalur Ship Management.
Menurut Yusri, ada pungutan sekitar 30% dari nilai kontrak terhadap 775 kapal tanker yang disewa PIS periode 2018–2023. Kapal-kapal tersebut dikelola oleh sejumlah perusahaan, baik di dalam negeri maupun luar negeri, seperti PT Waruna Nusa Sentosa, PT Sukses Inkor Maritim, Arcadia Shipping Pte Ltd, hingga Synergy Maritim Pte Ltd. Dari sinilah, diduga mengalir dana siluman puluhan triliun rupiah ke pejabat Pertamina, oknum aparat, BPK, hingga politisi.
Kedua, pesanan tiga kapal tanker yang hilang.
Yusri menyebut, sejak 2014 Pertamina memesan kapal MT Sembakung (galangan Chenye, Tiongkok), MT Patimura, dan MT Putri (PT Multi Ocean Shipyard, anak PT Soechi Lines Tbk). Namun, hingga kini kapal-kapal tersebut tak pernah tercatat sebagai aset PIS. Estimasi kerugian mencapai USD 25 juta, apalagi galangan kapal Chenye sudah lama bangkrut.
Ketiga, dugaan mark up kontrak kapal Olympic Luna.
Yusri mengungkap, harga sewa kapal dari Afrika ke Indonesia dimark up sebesar 13%, dari harga publikasi USD 3,76 juta menjadi USD 5 juta. Praktik serupa, kata dia, diduga terjadi juga pada kontrak kapal lainnya.
“Jika Kejagung tidak mengusut tuntas pintu ship management, maka publik berhak menilai ada petinggi Kejagung maupun BPK yang turut menikmati aliran dana ini,” ujar Yusri.
Perusahaan Cangkang
Lebih jauh, Yusri menambahkan, direksi PIS juga diduga mendirikan puluhan perusahaan cangkang (SPV) di luar negeri dengan menggunakan identitas staf dan karyawan. Alhasil, penghasilan sewa kapal tidak disetorkan sebagai pajak ke Indonesia, yang menambah kerugian negara.
“Ini jelas berbahaya. Negara kehilangan potensi penerimaan, sementara uang rakyat terus dikuras,” pungkas Yusri.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Runtuhnya Bangunan Al Khoziny Masuk Berita Internasional
Rektor Universitas Diponegoro, Memberikan Stadium General pada acara Pelantikan Pengurus HMI Korkom UNDip
Dugaan Mega Korupsi Rp 285 Triliun di Pertamina Perkapalan: CERI Desak Kejagung Usut Tuntas “Tiga Pintu” Pertamina
Kejahatan Hukum di Balik Solusi Dua Negara
Api Diujung Agustus (Seri 19) – Pembersihan Internal Garuda Hitam
Anton Permana: Stop Kriminalisasi Tokoh Bangsa, Dari Roy Suryo hingga Abraham Samad
Membangun Surabaya, Waqaf sebagai Alternatif Pembiayaan
Mualim Balas Bobby: 1.000 Ekskavator Sumut di Aceh Siap Dipulangkan
Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini Apresiasi Kinerja BLK Medan, Dorong Peningkatan SDM Siap Kerja
Yahya Zaini Bongkar Akar Masalah MBG: Jangan Kriminalisasi SPPG, Benahi Dulu Tata Kelola BGN!
No Responses