Kasus Bandara IMIP Morowali Dalam Perspektif Geopolitik Dr. Anton Permana

Kasus Bandara IMIP Morowali Dalam Perspektif Geopolitik Dr. Anton Permana
Dr Anton Permana

JAKARTA — Pengamat pertahanan dan geopolitik Dr. Anton Permana dikenal luas sebagai analis yang menempatkan isu-isu pertahanan, keamanan, dan geopolitik dalam kerangka besar pertarungan kekuatan global. Pandangannya sering muncul di berbagai media nasional, terutama terkait perebutan sumber daya strategis, ekspansi pengaruh negara besar, dan pentingnya negara mempertahankan kendali atas aset vital. Dalam konteks polemik Bandara IMIP Morowali, pendekatan geopolitik Anton memberikan kacamata yang lebih dalam daripada sekadar isu administratif atau teknis.

Pandangan Geopolitik Dr. Anton Permana: Negara Harus Menguasai Aset Strategis

Dr. Anton Permana memiliki sejumlah prinsip geopolitik yang konsisten ia suarakan di banyak forum dan wawancara media. Empat prinsip ini menjadi fondasi analisisnya terhadap berbagai isu nasional:

1. Indonesia adalah “Battlefield” Perebutan Sumber Daya Mineral Dunia

Anton kerap menegaskan bahwa Indonesia bukan hanya pasar besar, tetapi medan perebutan sumber daya strategis, terutama nikel, bauksit, tembaga, dan logam tanah jarang.

Menurutnya, negara-negara besar — khususnya Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Eropa — sedang berlomba menguasai rantai pasok baterai dan teknologi energi masa depan. Siapa yang menguasai nikel Indonesia, kata Anton, akan menguasai fondasi ekonomi masa depan.

2. Infrastruktur Vital Tidak Boleh Dikuasai Pihak Non-Negara

Dalam banyak pernyataannya, Anton menekankan bahwa bandara, pelabuhan, jalur logistik mineral, dan fasilitas energi adalah objek vital negara. Pengendalian oleh korporasi asing, menurutnya, membuka “celah kedaulatan” (sovereignty gap) yang sangat berbahaya.

Bagi Anton, kontrol atas ruang udara dan akses mobilitas di kawasan industri strategis harus tetap berada di tangan negara, bukan korporasi.

3. Kehadiran Tenaga Kerja Asing dan Teknologi Tinggi Adalah Isu Keamanan Nasional

Ia sering menyebut bahwa mobilitas tenaga ahli asing bukan hanya isu ketenagakerjaan, tetapi menyangkut: aliran teknologi, data industri, penguasaan rantai pasok strategis, potensi espionase industri, dan kemampuan negara menjaga dominasi nasional

Karenanya, bandara atau gerbang masuk industri harus berada dalam pengawasan penuh otoritas negara.

4. Setiap Kawasan Industri Strategis Selalu Menjadi “Proxy Arena”

Anton juga menilai bahwa kawasan industri besar seperti Morowali, Weda Bay, hingga Konawe sering menjadi arena proksi kekuatan ekonomi global — terutama antara blok Barat dan Tiongkok.

Ia menegaskan bahwa Indonesia harus memiliki posisi tawar kuat agar tidak menjadi korban dominasi salah satu blok.

Menganalisis Kasus Bandara IMIP Morowali dengan Kacamata Dr. Anton Permana

Dengan empat prinsip geopolitik di atas, kasus Bandara IMIP di Morowali tidak bisa dipandang sebagai persoalan teknis penerbangan atau administratif semata.

Dalam perspektif geopolitik Dr. Anton, kasus ini menyentuh tiga isu besar:

1. Morowali adalah “Jantung Nikel Dunia” — Bandara Menjadi Titik Kendali

Morowali adalah pusat industri nikel terbesar dunia. Semua rantai pasok baterai kendaraan listrik global berkaitan dengan produksi smelter di IMIP.

Dari kacamata Anton Permana, siapa pun yang mengendalikan bandara di kawasan itu akan menguasai: mobilitas tenaga kerja asing (termasuk dari Tiongkok), lalu lintas logistik bernilai strategis, mobilisasi teknologi industri, serta aliran dokumen dan data industri.

Kontrol tersebut bukan sekadar logistik, melainkan kontrol geopolitik.

2. Potensi Sovereignty Gap jika Bandara Tidak Dikendalikan Negara

Jika bandara di kawasan industri dikelola atau secara de facto dikendalikan korporasi, maka muncul celah kedaulatan yang berbahaya.

Dalam rumusan Anton: “Jika negara tidak menguasai bandara dan pelabuhan, maka negara kehilangan kendali atas aset vitalnya sendiri.”

Dalam konteks IMIP, masalahnya bukan sekadar izin operasional, tetapi apakah negara benar-benar menguasai pintu keluar-masuk orang dan barang di episentrum nikel dunia.

3. Risiko Shadow Influence: Pengaruh Asing Lewat Infrastruktur

Bandara IMIP juga rentan terhadap shadow influence, yaitu pengaruh terselubung negara asing atau korporasi global melalui fasilitas strategis.

Anton berulang kali memperingatkan risiko: penguasaan logistik oleh entitas asing, kemampuan mempengaruhi kebijakan lokal, dominasi dalam sirkulasi teknologi dan peralatan pabrik, bahkan potensi intervensi terhadap pengambilan keputusan pemerintah daerah.

Dalam konteks IMIP, hal ini lebih sensitif karena mayoritas investasi berasal dari perusahaan-perusahaan Tiongkok.

4. Potensi Risiko Intelijen Industri

Bandara di kawasan industri memungkinkan keluar-masuk teknologi sensitif, termasuk: peralatan metalurgi, teknologi ekstraksi nikel, komponen baterai, dan prototipe industri.

Dalam kerangka ini Anton Permana melihat tanpa pengawasan kuat dari negara, kawasan industri strategis dapat menjadi sasaran spionase industri baik antar perusahaan maupun antar negara.

Negara Tidak Boleh Membiarkan Celah Kedaulatan di Morowali

Jika menggunakan pendekatan geopolitik Dr. Anton Permana, persoalan Bandara IMIP bukan sekadar prosedur izin atau operasional. Ia adalah isu kedaulatan, keamanan nasional, dan kompetisi geopolitik.

Dengan posisi Morowali sebagai pusat produksi nikel global, bandara di IMIP adalah: pintu kendali industri strategis, gerbang mobilitas tenaga kerja asing, simpul logistik mineral bernilai tinggi, sekaligus titik strategis dalam rivalitas Indonesia–Tiongkok

Karena itu, menurut garis besar pemikiran Anton, negara harus mengambil alih, mengawasi, dan mengamankan penuh pengoperasian fasilitas tersebut.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K