Oleh: Dr. Muhammad Taufiq, S.H.,M.H
Presiden Asosiasi Ahli Hukum Pidana Indonesia
2023, Kini Revisi Undang-undang KPK telah genap empat tahun. KomisiPemberantasan Korupsi sebagai lembaga antirasuah amanat reformasi semakin tenggelam dalam polemik dan isu negatif yang menerpa. Puncaknya, untuk pertamakalinya dalam sejarah, seorang ketua aktif lembaga pemberantasan korupsi terjerat kasus korupsi.
Firli Bahuri, Ketua KPK sejak 2019 yang sudah sering mendapatkan kontroversi atas tindakannya yang dinilai kurang berintegritas, mulai dari kasus gratifikasi helikopter, polemik kebocoran kasus, tes Wawasan Kebangsaan, hingga pada puncaknya pada November 2023 ditetapkan sebagai Tersangka atas kasus Pemerasan dan Gratifikasi terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Penetapan Firli Bahuri sebagai Tersangka merupakan ironi diatas ironi, untuk pertamakalinya dalam sejarah Indonesia, Seorang pemimpin lembaga antikorupsi terjerat dengan kasus korupsi.
2023, Bermula dari persoalan penganiayaan yang dilakukan oleh anak oknum Pejabat. Salah satu Kementerian mendapatkan cap buruk di Mata Masyarakat. Sepanjang 2023, Kementerian Keuangan yang membawahi Direktorat Jenderal Pajak diterpa isu negatif pasca salah satu pegawainya, Rafael Alun Trisambodo, terbukti memiliki gaya hidup mewah. Gaya hidup Rafael Alun Trisambodo terkuak ketika anaknya, Mario. Terlibat dalam kasus penganiayaan yang membuat korbannya, David Ozora mengalami luka berat. Rafael Alun Trisambodo harus menikmati akhir tahun 2023 dengan berada di kursi pesakitan, Rafael Alun dituntut telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang dengan tuntutan sebesar 12 Tahun Penjara.
Kepercayaan publik terhadap Kementerian Keuangan pasca Rafael Alun ditetapkan sebagai tersangka mengalami penurunan, gaya hidup bermewah mewah yang ditonjolkan oleh oknum pejabat menimbulkan kecurigaan atas serangkaian tindakan suap dan korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat Kementerian Keuangan. Setelah Rafael Alun, terdapat beberapa pejabat
yang terseret dalam kasus serupa, seperti kasus Ditjen Bea Cukai dalam kasus gratifikasi dan mafia pajak.
2023, Akhir dari drama penuh lika liku kisah Polisi membunuh Polisi. Ferdy Sambo divonis Mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Ferdy Sambo mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung, Putusan Kasasi menganulir Vonis mati Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur Hidup.
Kasus Ferdy Sambo bukanlah kasus Pembunuhan biasa, di dalamnya terdapat berbagai kontroversi dan intrik yang sedikit menjatuhkan institusi Polri di Masyarakat karena beberapa anggotanya terlibat dalam upaya obstruction of Justice dalam penanganan perkara Ferdy Sambo.
2023, Belum pulih kepercayaan masyarakat terhadap Institusi Kepolisian pasca megakasus Ferdy Sambo, terjadi kembali suatu kasus yang menjatuhkan kepercayaan publik terhadap institusi POLRI. Teddy Minahasa, seorang perwira polri berpangkat Irjen, sama seperti Ferdy Sambo, terjerat kasus Narkoba dengan menukar barang bukti Sabu dengan Tawas. Sungguh sebuah ironi dikala penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan peredaran Narkoba justru menjadi pelaku utama pengedaran Narkoba. Teddy Minahasa terbukti menjual barang bukti Narkoba berupa sabu senilai SGD 27.300 atau sekitar 300 juta.Teddy Minahasa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
2023, Mahkamah Konstitusi, sebagai guardian of Constitution atau penjaga konstitusi, kembali diterpa isu yang kurang sedap. Mahkamah Konstitusi, yang diketuai oleh Anwar Usman, Adik Ipar dari Presiden Joko Widodo mengeluarkan Putusan kontroversial. Putusan MK Nomor 90/PUU-XII/2023 yang menguji Undang-Undang Pemilu mengenai batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden, telah mengubah ketentuan di dalam UU Pemilu dari semula minimal berusia 40 Tahun menjadi 35 Tahun.
Putusan ini menjadi salah satu putusan paling kontroversial di dalam sejarah Mahkamah Konstitusi karena dianggap sebagai karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka, Putra dari presiden Joko Widodo serta Keponakan dari Hakim Konstitusi Anwar Usman untuk mencalonkan diri sebagai calon waki presiden pada pemilu 2024.
Putusan tersebut bukan hanya ditentang oleh para akademisi, masyarakat sipil dan politisi melainkan juga oleh Hakim Konstitusi sendiri dalam Dissenting Opinion mereka. Putusan tersebut dinilai sarat kepentingan politik dan tidak mengindahkan konflik kepentingan yang pasti terjadi dalam pemeriksaan. Akibat kontroversi tersebut, Anwar Usman selaku Ketua Mahkamah Konstitusi dikenai sanksi etik dengan dicopot jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi juga menilai bahwa Putusan tersebut tidak memiliki landasan etika dan landasan filosofis yang memadai.
Jakarta, 29 Desember 2023
EDITOR: REYNA
Related Posts

Kedaulatan Kompor – Martabat Negara: Orkestrasi Bauran Energi Dapur Rakyat: LPG, DME, Jargas & CNGR

Sedikit Catatan Pasca Pemeriksaan di Polda Metro Jaya (PMJ) Kemarin

Operasi Garis Dalam Jokowi: Ketika Kekuasaan Tidak Rela Pensiun

Penasehat Hukum RRT: Penetapan Tersangka Klien Kami Adalah Perkara Politik Dalam Rangka Melindungi Mantan Presiden Dan Wakil Presiden Incumbent

Negeri di Bawah Bayang Ijazah: Ketika Keadilan Diperintah Dari Bayangan Kekuasaan

Novel “Imperium Tiga Samudra” (11) – Dialog Dibawah Menara Asap

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (3-Tamat): Korupsi Migas Sudah Darurat, Presiden Prabowo Harus Bertindak!

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (2): Dari Godfather ke Grand Strategi Mafia Migas

Wawancara Eksklusif dengan Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra (1): “The Gasoline Godfather” Dan Bayangan di Balik Negara

Republik Sandiwara dan Pemimpin Pura-pura Gila



No Responses