Oleh: Yusuf Blegur
Lawan gerakan perubahan yang sesungguhnya ialah kecurangan. Kecurangan yang menumpang pada politik uang, sembako dan survey serta penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
Uang bukan hanya sebagai alat tukar barang. Lebih dari itu uang juga telah menjadi alat tukar jabatan. Bahkan uang juga menjadi alat tukar yang murah bagi suara dan kehormatan. Banyak yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai, namun tak sedikit pula yang mengidamkan material, terpaksa atau sadar menukar harapan dan masa depannya hanya dengan uang.
Demi uang yang tak seberapa, untuk sembako yang sesaat, karena survey yang menyesatkan, tak lagi tekad dan kuat menyongsong perubahan untuk kehidupan yang lebih baik. Pola pikir dan mentalitas yang demikian menjadi rahim subur bagi tumbuh-kembangnya janin kecurangan dalam sistem demokrasi yang kapitalistik dan transaksional, juga konstitusi yang manipulatif.
Satu-satunya kepastian adanya pelaksanaan pemilu dan pilpres 2024 adalah kecurangan. Maka semua instrumen yang ada mulai dari lembaga penyelenggara, pengawas, persyaratan, tahapan agenda pemilu dan pilpres sampai pelaksanaan dan hasilnya, hanya menjadi integrasi kecurangan. Orang, institusi, program dan kerjanya dipastikan diselimuti kecurangan.
Mengapa begitu skeptis dan apriori menilai pemilu dan pilpres 2024, bahkan sebelum semua itu dilaksanakan?. Jawabannya sederhana, ada aspek historis dan empiris. Paling antar pemilu dan pilpres 2019, kecurangan begitu telanjang hingga tampak tetesan darah dan nyawa yang melayang. Puncaknya melahirkan prahara yang bersemayam dalam kepemimpinan nasional yang buas.
TERKAIT :
- Yusuf Blegur: Prabowo Emosional, Ganjar Datar dan Anies Bernas
- Yusuf Blegur: Melihat Kegelapan, Mendengar Kesunyian
- Yusuf Blegur: Pasangan Rongsokan dan Karbitan
Pemilu dan pilpres 2019 bagaikan orkestrasi kejahatan mafia berlabel negara. Pesta demokrasi dengan busana konstitusi yang mahal dan eksklusif, telah menjadi industri dengan produk kejahatan negara yang legal dan formal. Legislatif, eksekutif dan yudikatif dipenuhi sekumpulan setengah manusia setengah binatang. Menjadi hewan pemangsa berwujud manusia, memburu harta dan jabatan sembari memangsa siapapun yang lemah.
Kini, supremasi pilpres 2019 akan diwariskan pada pilpres 2024. Kecurangan yang terstruktur, sistematik dan masif, terus menggejala. Gerombolan para elit jalang itu, tentulah tidak semua yang mewakili rakyat. Ada yang tetap menjadi manusia, ada yang telah menjadi binatang dan ada pula yang menjadi percampuran keduanya. Amanah dan penghianatan terus bertarung, meskipun keganasan yang selalu tampil sebagai pemenang. Lihatlah kebinatangan yang begitu dominan, mewujud KKN dan oligarki hingga politik dinasti. Metamorfosisnya pada eksploitasi bangsa atas bangsa dan eksploitasi manusia atas manusia.
Bagi segelintir orang dan kelompok, harta dan jabatan hanya untuk eskalatif kepuasannya. Bagi yang banyak namun tak berdaya dan terpinggirkan, mereka hanya sekadar bertahan dari lapar dan kematian. Kedua habitat yang sama namun berbeda tabiat itu, menjadi pelaku dan korban dari demokrasi. Juga tak luput sebagai subyek dan obyek konstitusi.
Sayangnya pergulatan itu tak bisa terhindar dari konflik dan peperangan, akan ada yang menang dan ada yang kalah. Memangsa atau dimangsa, menjadi hukum rimba dari geliat demokrasi harimau dan konstitusi ular. Keyakinan dan nilai-nilai yang diagungkan sekaligus berpotensi menjerumuskan dan bukan tidak mungkin mematikan.
Demokrasi dan konstitusi kerap dipuja dan menjadi tuntunan, betapapun penderitaan dan kesengsaraan menjadi alat tukarnya.
Bekasi Kota Patriot.
2 Jumadil Akhir 1445 H/15 Desember 2023.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Tandem Pernyataan Sikap FPP-TNI Dan Forum Kebangsaan DIY

Nilai-Nilai Al-Quran Dalam Pancasila

Ummat Islam Makin Terpuruk Secara Politik

Kedaulatan Kompor – Martabat Negara: Orkestrasi Bauran Energi Dapur Rakyat: LPG, DME, Jargas & CNGR

Mengapa OTT Kepala Daerah Tak Pernah Usai?

Sedikit Catatan Pasca Pemeriksaan di Polda Metro Jaya (PMJ) Kemarin

Operasi Garis Dalam Jokowi: Ketika Kekuasaan Tidak Rela Pensiun

Jejak Kekuatan Riza Chalid: Mengapa Tersangka “Godfather Migas” Itu Masih Sulit Ditangkap?

Penjara Bukan Tempat Para Aktifis

FTA Mengaku Kecewa Dengan Komposisi Komite Reformasi Yang Tidak Seimbang



No Responses