Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Tanggal 30 September 2025 sore saya melihat tayangan berita internasional saluran TV Rusia yaitu Russian Today yang menyiarkan berita-berita dunia antara lain usulan perdamaian Presiden Trump untuk masalah Palestina, sanksi barat terhadap Iran, pemilihan umum di negara Moldova dsb, namun disela-sela berita politik dunia itu muncul berita kejadian runtuhnya banggunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo yang dilaporkan wartawan Russian Today di Indonesia.. Ternyata kejadian tragis di Ponpes ini yang diliput luas di berbagai media nasional juga diliput beberapa media internasional seperti Al-Jazeera, The Guardian (Inggris), Euronews, France 24 dll,
Media The Guardian misalnya pada tanggal 30 September 2025 itu melaporkan sedikitnya satu siswa tewas, puluhan lainnya terluka dan 65 diduga terkubur di bawah puing-puing setelah sebuah gedung sekolah runtuh di Indonesia pada hari Senin, dengan tim penyelamat mengalirkan oksigen dan air kepada mereka yang tetap terjebak lebih dari 12 jam kemudian. Petugas penyelamat, polisi dan tentara yang menggali sepanjang malam menarik delapan orang yang lemah dan terluka beberapa jam setelah bangunan di pesantren Al Khoziny di kota Sidoarjo, Jawa Timur, runtuh saat para siswa sedang sholat berjmaah. Tim penyelamat melihat mayat tambahan, menunjukkan jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat.
Keluarga siswa berkumpul di rumah sakit atau di dekat gedung yang runtuh, dengan cemas menunggu kabar tentang anak-anak mereka. Kerabat meratap saat mereka menyaksikan tim penyelamat menarik seorang siswa yang berdebu dan terluka dari ruang doa yang terkubur.
The Guardian melaporkan sebuah papan pengumuman di pos komando yang didirikan di kompleks sekolah asrama mencatat 65 siswa hilang pada Selasa pagi. Mereka kebanyakan anak laki-laki di kelas tujuh hingga 11, antara usia 12 dan 17. “Ya Tuhan… anak saya masih dimakamkan, ya Tuhan, tolong tolong!” seorang ibu menangis histeris saat melihat nama anaknya di papan tulis, diikuti oleh tangisan orang tua lain yang kerabatnya mengalami nasib yang sama. “Tolong, Pak, tolong temukan anak saya segera,” teriak seorang ayah, memegang tangan salah satu anggota tim penyelamat.
Lempengan beton yang berat dan puing-puing lainnya dan bagian bangunan yang tidak stabil menghambat upaya pencarian dan penyelamatan, kata Nanang Sigit, seorang petugas pencarian dan penyelamatan yang memimpin upaya tersebut. Alat berat tersedia tetapi tidak digunakan karena kekhawatiran dapat menyebabkan keruntuhan lebih lanjut.
Satu siswa laki-laki, seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, tewas dan 99 siswa lainnya terluka dan dibawa ke rumah sakit, beberapa dari mereka dalam kondisi kritis, kata para pejabat. Pihak berwenang sedang menyelidiki penyebab keruntuhan. Abast mengatakan ruang sholat lama itu berlantai dua tetapi dua lagi ditambahkan tanpa izin.
Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny yang berlokasi di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Sidoarjo, merupakan salah satu pesantren tertua di Jatim. Ponpes yang juga dikenal sebagai Pesantren Buduran ini telah lama menjadi pusat pembinaan ulama dan melahirkan banyak tokoh penting agama.
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, nama Ponpes Al Khoziny diambil dari pendirinya, KH Raden Khozin Khoiruddin. Pesantren ini lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Buduran karena lokasinya di Desa Buduran.
Sebelum mendirikan Ponpes Al Khoziny, Kiai Khozin mengasuh salah satu pondok pesantren di Siwalan Panji. Awalnya, pondok di Buduran dibuat untuk kediaman putranya, KH Moch Abbas, yang baru kembali dari menuntut ilmu di Makkah selama kurang lebih sepuluh tahun.
Meski beberapa sumber menyebut pondok ini berdiri pada 1927, Kiai Salam Mujib, pengasuh Pesantren Buduran saat ini, menyatakan pesantren telah ada sekitar tahun 1915-1920 Masehi. Perkiraan ini didasarkan pada catatan santri pertama KH Moch Abbas dan cerita tutur yang diterima Kiai Salam Mujib dari alumni sepuh.
Dalam perjalanannya, Ponpes Al Khoziny menjadi tempat menimba ilmu bagi banyak santri, yang kemudian menjadi ulama penting di Indonesia. Beberapa ulama yang pernah menimba ilmu di pondok ini, di antaranya KH M Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang).
Lalu, ada KH Abd Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Umar (Jember), KH Nawawi (Pendiri Pesantren Ma’had Arriyadl, Kediri), hingga KH Usman Al Ishaqi (Alfitrah Kedinding, Surabaya), dan sejumlah ulama lainnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Rektor Universitas Diponegoro, Memberikan Stadium General pada acara Pelantikan Pengurus HMI Korkom UNDip
Dugaan Mega Korupsi Rp 285 Triliun di Pertamina Perkapalan: CERI Desak Kejagung Usut Tuntas “Tiga Pintu” Pertamina
Kejahatan Hukum di Balik Solusi Dua Negara
Api Diujung Agustus (Seri 19) – Pembersihan Internal Garuda Hitam
Anton Permana: Stop Kriminalisasi Tokoh Bangsa, Dari Roy Suryo hingga Abraham Samad
Membangun Surabaya, Waqaf sebagai Alternatif Pembiayaan
Mualim Balas Bobby: 1.000 Ekskavator Sumut di Aceh Siap Dipulangkan
Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini Apresiasi Kinerja BLK Medan, Dorong Peningkatan SDM Siap Kerja
Yahya Zaini Bongkar Akar Masalah MBG: Jangan Kriminalisasi SPPG, Benahi Dulu Tata Kelola BGN!
Razia Plat Aceh di Sumut: Apa Maunya Gubernur Bobb Nasution?
No Responses