Jika merujuk pada Al Qur’an secara benar, maka kita tidak saja menemukan betapa kitab suci ini memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap akal manusia. Logika dan berfikir menjadi proses untuk memahami ciptaanNya yang akan bermuara pada mengimani keberadaanNya. Dengan kata lain antara hati dan otak atau antara keyakinan dan fikiran bukan saja seharusnya berjalan seiring, lebih dari itu seharusnya saling menopang dan saling melengkapi. Jika muncul ketidak serasian atau ketidak sinkronan diantara keduanya, maka kita harus introspeksi diri, mungkin saja ilmu yang terakumulasi di kepala belum cukup atau perkembangan sain dan teknologi belum menjangkau atau pemahaman kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an keliru.
Novel ini berkisah seputar masalah ini.
Karya: Dr Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UN Tourism
*********************************
SERI-3: KOMPROMI
Tiga hari sesudah pertemuan itu Aku kembali menemui Pak Dubes. Aku memulainya dengan pernyataan: “Sebenarnya Saya tertarik dengan tawaran Bapak, tetapi kondisi Saya tidak memungkinkan”.
“Masalahnya apa ?”, tanya beliau.
“Saya sudah menandatangani perjanjian untuk kembali ke kampus setelah lulus”.
“Kalau itu masalahnya saya akan coba membantu meyakinkan melalui Rektor”, katanya.
“Kapan Saya bisa mendapatkan jawaban karena saat ini Saya sedang mencari tiket termurah untuk pulang”.
“Secepatnya”, katanya.
Hanya berselang dua hari Aku diminta kembali menemuinya.
“Alhamdulillah berhasil, akan tetapi ada syaratnya”, katanya langsung saat Aku memasuki ruangannya.
“Apa syaratnya Pak ?”, kataku sambil menarik tempat duduk.
“Anda diminta menjadi koordinator teman-teman yang sedang menyelesaikan studinya di sini, membantunya agar cepat selesai, juga mencarikan tempat studi bagi teman-teman baru yang akan melanjutkan studi. Selain itu menjajaki berbagai kemungkinan kerjasama antar perguruan tinggi”, katanya dengan wajah bersemangat.
“Insyaallah”, kataku mantap mengingat selama ini pekerjaan itu sudah Aku lakukan dalam kapasitasku sebagai aktifis mahasiswa.
“Sekarang tolong diisi formulir aplikasi ini untuk segera dikirim”, katanya sambil mengambil sebuah amplop besar berwarna coklat dalam tumpukkan berkas di meja kerjanya.
“Aku mengisi formulir berbahasa Inggris tidak lebih dari setengah jam, kemudian Aku serahkan kembali”.
Kurang dari seminggu Aku menerima panggilan untuk proses wawancara, Aku datang dengan pakaian resmi lengkap dengan jas dan dasi satu-satunya yang Aku miliki. Saat sampai di kantor UN Tourism, Aku harus melapor dengan menunjukkan surat panggilan untuk wawancara. Setelah dicatat sang petugas lalu mengangkat telpon, kemudian mempersilahkanku untuk menuju ruang tunggu yang berada di sebrangnya. Aku duduk dan tak lama kemudian datang seorang perempuan yang menyapaku dengan menggunakan Bahasa Spanyol, kemudian mengantarku menuju lantai tiga melalui lift. Seteleh ia mengetuk pelan pintu kemudian muncul seorang perempuan lain yang tampak lebih senior lalu mempersilahkanku untuk duduk di sofa sambil bertanya dalam Bahasa Spanyol: “Quieres cofé o té ?”, maksudnya mau minum kopi atau teh.
“Té por favor”, Aku memilih teh.
“Té verde o rojo ?”, teh hijau atau merah, katanya Kembali bertanya.
“Verde”, jawabku.
Saat perempuan itu menghilang di balik dinding, muncul seorang laki-laki tinggi besar dengan jenggot yang tertata rapi dengan pakaian dasi dan jas yang sangat kencang menghampiriku, sambil menyodorkan tangannya; “My name’s Zarif”, katanya memperkenalkan diri dengan Bahasa Inggris.
Setelah Aku memegang tangannya Aku juga menyebutkan namaku, lalu bertanya untuk meyakinkanku terhadap orang yang wajahnya sudah sering Aku lihat di TV atau surat kabar lokal: “Are You Secretary General of UN Tourism ?”.
Beliau tidak menjawabnya, akan tetapi hanya mengangguk pelan dan tersenyum ramah sembari mempersilahkanku duduk di sebrangnya dengan menggunakan isyarat dari tangan kirinya. Beberapa saat kemudian datang kembali si Ibu sambil membawakan teh pesananku.
Ia memulainya dengan menyatakan : “Duta Besar anda adalah teman baik saya, dan saya sangat menyukai Indonesia, negara besar yang sangat indah”.
“Gracias”, kataku berterimakasih atas sanjungannya.
“Saya sudah membaca CV anda”, katanya.
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Anda kuliah dengan menggunakan Bahasa apa ?”, pertanyaan pertamanya.
“Inggris”, jawabku.
“Anda bisa berbahasa Spanyol ?”.
“Saya sering berdiskusi dalam Bahasa Spanyol dengan teman-teman Spanyol Saya”.
“Dalam CV Anda juga menulis dapat berbahasa Arab”.
“Saya menyukainya karena ia merupakan bahasa kitab suci agama saya dan banyak doa-doa termasuk saat kami melakukan shalat”, jawabku.
“Dimana anda mempelajarinya ?”.
“Awalnya di sekolah saat duduk di bangku SD dan SMP, kemudian Saya mengikuti berbagai kursus, terakhir Saya belajar dengan guru native yang berasal dari Mesir”.
“Saya bergembira sekali karena orang seperti Anda yang saya cari, berijazah S3, juga dapat berbicara dalam Bahasa Inggris dan Arab. Sudah tahu pekerjaan yang akan saudara tangani di sini ?”.
“Belum”, jawabku sambil menggelengkan kepala.
“Saudara akan menjadi salah seorang staf ahli Sekjen bersama para staf ahli yang ada yang nanti akan saya kenalkan. Anda sebenarnya staf ahli tambahan yang saya usulkan. Perlu saudara ketahui donator terbesar dari lembaga yang saya pimpin saat ini berasal dari negara-negara Arab Teluk dan mereka yang kini paling agresif mengembangkan wilayahnya sebagai destinasi wisata”, katanya dengan wajah berbinar.
Keesokan harinya sebagai hari pertamaku ngantor secara resmi, Aku diantar oleh Sekretaris Mr.Zarif menuju ruang kerjaku, meja, kursi, memberikan password komputer dan alamat email formal serta email personal yang Aku harus buat dengan bagian belakangnya mencantumkan untourism yang katanya agar tidak mudah di-hack. Setelah selesai Aku diantar untuk bertemu rekan-rekan kerjaku sesama staff ahli yang berada di ruang yang sama tetapi dibatasi oleh dinding kaca yang semi-transparan. Yang pertama seorang gadis asal Spanyol, dan lainnya seorang ahli hukum senior yang berasal dari Inggris. Jadi Aku satu-satunya staf ahli yang berasal dari Asia dan beragama Islam. Terakhir Aku diajak mengelilingi kantor untuk mengenali ruang-ruang yang dibagi berdasarkan berbagai bidang yang ditanganinya.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Baca juga cerita sebelumnya:
Seri-1 : Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri 1: Syukur)
Seri-2 : Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri 2): Tertunda Pulang
Novel karya Dr Muhammad Najib yang lain dapat dibaca dibawah ini:
1) Di Beranda Istana Alhambra (1-Mendapat Beasiswa)
2)Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita
3)Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-1): Meraih Mimpi
4)Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-1): Kembali ke Madrid
Related Posts

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Seni Tergores, Komunitas Bangkit: Bagaimana Dunia Seni Indonesia Pulih Usai Protes Nasional

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 3) – Penjajahan Tanpa Senjata

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik



No Responses