Muhammad Chirzin: Kerancuan Argumen Khilafah

Muhammad Chirzin: Kerancuan Argumen Khilafah
Deskripsi Duta Besar Khalifah Harun ar-Rashid (Harun al-Rashid) sebelum Charlemagne (747/748 - 814) pada tahun 801. Ukiran kayu setelah lukisan (1880) oleh Moritz von Schwind (pelukis Jerman, 1804 - 1871), diterbitkan pada tahun 1881.



Bukti Historis Khilafah

Bukti adanya Khilafah dalam sejarah kehidupan umat Islam telah diabadikan dalam kitab-kitab Tarikh yang ditulis oleh para ulama terdahulu hingga ulama mutakhir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk, al-Kamil fit-Tarikh, al-Bidayah wa an-Nihayah, Tarikh Ibn Khaldun, Tarikh al-Khulafa’, dan at-Tarikh al-Islami.

Dalam rentang sejarah, selama 14 abad, tidak pernah umat Islam di seluruh dunia tidak mempunyai seorang Khalifah dan Khilafah, kecuali setelah runtuhnya Khilafah pada tanggal 3 Maret 1924 M. Mereka adalah:

A. Khilafah Rasyidah

1. Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)
2. ’Umar bin Khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)
3. ’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)
4. ‘Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)
5. ‘Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)

B. Khilafah Umayyah

6. Mu’awiyah bin Abi Sufyan (tahun 661-680 M)
7. Yazid bin Mu’awiyah (tahun 680-683 M)
8. Mu’awiyah bin Yazid (tahun 683-684 M), sampai dengan khalilfah ke 19: Marwan bin Muhammad (tahun 744-750 M)

C. Khilafah Abbasiyyah.

9.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 750-754 M)
10. Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 754-775 M)
11. Al-Mahdi (tahun 775-785 M)
12. Al-Hadi (tahun 785-786 M)
13. Harun al-Rasyid (tahun 786-809 M) sampai dengan khalifah ke 74: Al-Mutawakkil ‘Alallah (tahun 1515-1517 M)

D. Khilafah Utsmaniyyah

14. Salim I (tahun 1517-1520 M)
15. Sulaiman al-Qanuni (tahun 1520-1566 M)
16. Salim II (tahun 1566-1574 M), sampai dengan khalifah ke 104: ‘Abdul Majid II (tahun 1922-1924 M).

Sepanjang sejarah Khilafah, seluruh aspek kehidupan, baik sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum, dan politik luar negeri, semuanya merupakan sistem Islam. Inilah Khilafah yang diakui oleh kaum Muslim di seluruh dunia sebagai negara mereka.

Syekh Musthafa Hilmi, setelah memaparkan fakta Negara Islam sejak zaman Nabi, Khilafah Rasyidah, Umayyah, Abbasiyah, hingga Utsmaniyyah, sampai pada kesimpulan:

Pertama, pemikiran Sunni menentang penghapusan Khilafah. Karena itu, Ahlussunnah wal jamaah memegang teguh pendirian mereka, dengan membela dan mempertahankan Islam menghadapi berbagai gempuran yang berlangsung dalam rentang sejarah panjang umat Islam.

Kedua, Khilafah yang menerapkan Islam tetap ada hingga runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Inilah yang menjadi alasan utama permusuhan Barat terhadap Khilafah Utsmaniyah, sebab selama ia masih ada, maka sistem Islam pun tetap ada.

Khatimah

Khilafah adalah ajaran Islam. Hizbut Tahrir Indonesia hanya menyampaikan apa yang menjadi ajaran Islam, yang dilupakan oleh kaum Muslim. Sebagai bagian dari ajaran Islam, Khilafah bukan ancaman bagi Indonesia, justru ingin menjaga dan menyelamatkan negeri Muslim terbesar ini, agar terbebas dari segala bentuk penjajahan yang hingga kini masih menderanya.

Hatta Taliwang komentar: Kader HTI memang hebat-hebat retorika dan narasinya. Cita-citanya mulia. Pertanyaannya, bagaimana mengimplementasikan khilafah di tengah dominasi paham liberal kapitalisme di sebagian besar dunia sekarang? Negara komunis raksasa seperti RUSIA dan RRC saja terpaksa berkompromi dengan paham kapitalisme.

Sementara cita-cita khilafah ini MENGUBAH DUNIA DENGAN SATU SISTEM.

Hal praktis menyangkut pertanyaan di mana ibukotanya nanti, bagaimana menentukan siapa khalifahnya, dan dari negara mana, sudah mulai kerepotan menemukan kesepahaman. Apakah bisa Indonesia saja mendeklarasikan diri sebagai khilafah, dan negara lain yang merasa punya tradisi Islam lebih baik akan setuju? Belum lagi aneka agama, ragam budaya, dan ratusan aliran kepercayaan di berbagai belahan dunia ini, bagaimana meyakinkan?

Bahwa konsep dan cita cita luhur, ya. Tapi realitas juga ‘kan mesti dipertimbangkan. Apalagi cara berjuangnya sangat terbuka, polos, dan jujur. Padahal politik itu siasat. Ada hal yang dibuka ke publik dan ada yang disimpan. Kalau setiap hari menyuarakan ancaman ke musuh, memangnya musuh jadi tidur, dan tidak asah golok?

Hatta Taliwang menambahkan, bahwa Guru Besar Pemikiran Politik Islam FISIP UIN Jakarta, Prof. Dr. Din Syamsuddin, pada suatu kesempatan pernah mengatakan:

Pertama, Islam tidak menentukan/mewajibkan suatu sistem kekuasaan/politik tertentu, melainkan menyilakan kaum Muslimin untuk merancang dan menyepakati suatu sistem yang cocok dengan latar belakang sosio-historis dan sosio-kultural bangsa itu. Tentu asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Kedua, banyak tokoh ulama luar negeri, tak terkecuali Syaikh Al-Azhar Ahmad Muhammad At-Thayyib, menilai Pancasila mengandung nilai-nilai Islami. Maka, Negara Pancasila yang merupakan ijtihad ulama Indonesia (bersama para tokoh golongan lain) sudah sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Ketiga, tugas umat Islam sekarang adalah bagaimana mengawal Negara Pancasila agar tidak menyimpang dan membuka pintu kepada ideologi-ideologi lain seperti liberalisme, sekularisme, kapitalisme, maupun komunisme.

Keempat, umat Islam tidak perlu menggantikan Negara Pancasila dengan mengusulkan sistem kekuasaan/politik lain yang dianggap Islami. Sistem yang pernah ada dalam sejarah Islam pasca masa al-Khulafa’ al-Rasyidun sudah banyak dikritik oleh ulama terdahulu. Ibnu Khaldun, umpamanya, mengatakan sistem yang ada dalam sejarah Islam itu praktiknya bukanlah sistem keagamaan, tapi keduniaan.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah tentang pergeseran khilafah kepada kerajaan mengkritik sistem khilafah historis sebagai bukan sistem keagamaan, tapi sistem keduniaan (laisat sulthatud-diniyyah bal sulthatul-madaniyah).

Kelima, pada 2010 pernah ada Warsyatul Amal (lokakarya) para tokoh ulama dan cendekiawan Muslim sedunia di Kairo untuk membahas sistem kekuasaan Islam ideal. Namun, pertemuan tiga hari itu tidak dapat menyimpulkan apa-apa, kecuali menyerahkan kepada bangsa-bangsa Muslim untuk mengembangkan sistem mereka sendiri.

Keenam, bagi Umat Islam di Indonesia Negara Pancasila sudah ideal dan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Mempertentangkannya dengan Islam, atau menggantinya, selain tidak relevan juga tidak taktis.

Ahmad Khozinudin, Pejuang Khilafah, merespons, KHILAFAH, DIMULAI DARI MANA? DARI INDONESIA JIKA UMAT NEGERI INI MENGHENDAKI

“Hal praktis menyangkut pertanyaan di mana ibukotanya nanti, bagaimana menentukan siapa khalifahnya dan dari negara mana, sudah mulai kerepotan menemukan kesepahaman. Apakah bisa?”
[Hatta Taliwang, GWA Konstitusi & Masalah Negara, 21/7]

Perjuangan penegakan Khilafah adalah cita-cita yang agung. Sebagai sebuah visi politik agung, sangat logis jika perjuangan ini akan menghadapi tantangan, hambatan, dan gangguan yang besar.

Dua adidaya saat ini, Amerika maupun China sudah pasti akan menentang dan menghalanginya. Bahkan negara-negara penjajah, baik Inggris, Perancis, Rusia, Jerman, dan negara kapitalis lainnya, meskipun berbeda pendapat, dan saling bersaing untuk memperebutkan wilayah jajahan, mereka satu suara untuk menghalangi kebangkitan Khilafah.

Kebangkitan dan kembalinya Khilafah ini bukanlah kehendak manusia. Khilafah adalah janji Allah SWT yang telah dinubuwahkan menjadi kabar gembira dari Nabi Muhammad Saw. Rasulullah Saw telah mengabarkan, bahwa umat Islam akhir zaman kelak akan kembali bangkit dan menjadi adidaya dunia dengan Khilafah. Bukan dengan demokrasi, bukan dengan kerajaan, bukan dengan Pancasila atau kembali ke UUD 1945.

“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa khilafah ‘ala Minhaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya, dan seterusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaj al-Nubuwwah. Setelah itu, beliau diam.” [HR Ahmad]

Mengenai bagaimana Khilafah kembali bangkit, teknisnya sederhana. Kita hanya perlu untuk melakukan upaya repetisi, mencontek perjuangan Nabi Muhammad Saw saat berjuang menegakkan Daulah Islam di Madinah.

Sejak di Mekah, Rasulullah melakukan pembinaan & pengkaderan, berinteraksi dengan umat, melakukan perjuangan politik dan mencari dukungan kekuasaan, hingga akhirnya Rasulullah Saw mendapatkan dukungan kekuasaan dari suku Aus dan Khazraj di Madinah, mendapatkan baiat dan akhirnya tegak Daulah Islam di Madinah, di mana Rasulullah Saw menjadi kepala negaranya yang pertama.

Khusus mengenai Indonesia, tentu saja negeri ini layak untuk menjadi titik tolak berdirinya Khilafah. Tinggal umat Islam di Indonesia, mau atau tidak, mendapatkan kemuliaan dengan Khilafah, seperti dahulu bangsa Arab pernah mendapatkan kemuliaan itu, hingga terakhir kemuliaan Khilafah itu diberikan kepada bangsa Turki.

Khilafah adalah negara yang dulu dipimpin Khalifah Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, Ali RA, Kekhalifahan Bani Umayyah, Kekhilafahan Bani Abbasiyah, hingga terakhir kekhalifahan Turki sebelum diruntuhkan oleh Inggris pada tahun 1924 melalui agennya Mustafa Kemal Atarturk.

Mendirikan Khilafah hari ini berarti sama dengan aktivitas Nabi Muhammad Saw saat mendirikan Daulah Islam yang pertama kali di Madinah. Negara Islam di Madinah inilah yang diwariskan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat dan dikenal dengan negara Khilafah.

Sama seperti era Nabi Saw di Madinah, saat ini tidak ada negara Islam. Semua negeri Islam yang ada di dunia ini, baik kerajaan Arab Saudi hingga Republik Iran bukanlah Khilafah, karena keduanya tidak menjalankan kedaulatan Syara’.

Lagi pula, Saudi maupun Iran telah terbelenggu dengan ide nasionalisme kebangsaan. Sementara Khilafah adalah negara untuk seluruh kaum muslimin.

Catatan penulis atas narasi khilafah tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, ayat Al-Quran: inni ja’ilun fil ardhi khalifah (QS 2:30) tidak tepat disebut sebagai dasar sistem pemerintahan khilafah sepeninggal Rasulullah saw.

Kedua, keempat khulafa rasyidin melanjutkan kepemimpinan Nabi Muhammad saw satu per satu bukan berdasarkan penunjukan oleh Rasulullah saw.

Ketiga, para khulafa rasyidin pengganti Nabi Muhammad saw tersebut ditentukan dengan cara yang berbeda-beda. Jika demikian, model pemilihan khalifah siapa yang menjadi acuan HTI?

Keempat, menurut Ahmad Khozinudin, khilafah yang diperjuangkan HTI saat ini adalah khilafah ‘ala manhajin nubuwwah, yakni khilafah empat khulafa rasyidin, bukan seperti khilafah Bani Umayyah dan Abbasiyah, tetapi ia menganggap khilafah dinasti Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Usmaniyah dengan segala kejayaannya sebagai khilafah yang sah.

Kelima, di satu sisi Ahmad Khozinudin mengkonstruksi sistem pemerintahan khilafah berdasarkan pengalaman praktik khulafa` rasyidin sampai dengan runtuhnya khilafah Usmaniyah tahun 1924, tetapi di sisi lain ia berpendapat bahwa mendirikan Khilafah hari ini adalah sama dengan aktivitas Nabi Muhammad Saw saat mendirikan Daulah Islam pertama kali di Madinah.

Keenam, sepeninggal khulafa rasyidin, pada era khilafah Bani Umayyah maupun Abbasiyah, para khalifah silih berganti diangkat dan ditetapkan berdasarkan keturunan, bukan melalui pemilihan oleh umat Islam.

Ketujuh, dari keempat khulafa rasyidin, hanya Abu Bakar ash-Shiddiq yang meninggal dunia dengan tenang, sedangkan ketiga khalifah berikutnya, yakni Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib wafat bersimbah darah.

Apa hendak dikata?

EDITOR: REYNA




http://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=