Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Saya keluar negeri beberapa kali tahun-tahun 1980 an selalu pesawat yang saya tumpangi melewati pulau Sumatera. Dari atas awan saya melihat kebawah – nampak begitu suburnya tanah Sumatera ini, kelihatan “Ijo Royo-Royo” – dalam bahasa Jawanya. Sejauh mata memandang saya bisa melihat begitu kayanya Sumatera ini, tidak heran kalau penjajah kolonialis Belanda mengincarnya pulau yang kaya ini untuk dicuri sumber daya alamnya selama ratusan tahun.
Namun setelah periode tahun itu, saya juga melewati pulau Sumatera, dan dari langit saya menyaksikan tanah Sumatra yang subur itu terlihat berlubang-lubang, dan tanah dimana hutan lebat yang hijau itu nampak gundul disana sini, menandakan ada tangan-tangan manusia yang merusaknya. Allah sudah mengingatkan di kitab suci Nya bahwa manusia sendiri lah yang merusak alam ini. Tanah yang gundul itu bisa jadi karena eksploitasi tambang atau pembalakan kayu secara illegal.
Lalu saya melihat di sosmed tagar Save Tapanuli. Rupanya banjir bandang menerjang pulau Sumatera utamanya Sumatra Utara. Saya bertanya denga sahabat saya seorang dosen senior dan mantan Ketua Komite Audit Universitas Sumatera Utara pak Drs. Ardian, M.M., CFE, QIA, C.A., Ak., – tentang “the magnitude of this calamity” – besarnya bencana banjir bandang ini, beliau menyebutkan wilayah-wilayah di Sumut yang diterjang banjir antara lain pantai barat Sumut, Sibolga, Tapanuli tengah, Tapanuli selatan, Madina bahkan kota Medan terkena banjir itu.
Saya terkejut mengikuti perkembangan banjir bandang di Sumut ini ketika melihat tayangan – tayangan video di sosial media dimana terlihat ribuan ton gelondongan kayu-kayu besar setinggi tiang listrik dan sebesar pelukan manusia itu seperti berbaris, berparade hanyut karena banjir yang arusnya sangat deras dan tinggi. Dalam sejumlah video yang tersebar di media sosial, banjir bandang membawa muatan gelondongan kayu di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Sibolga. Netizen menduga itu merupakan praktek ilegal logging yang ikut memperparah banjir dan longsor.
Ribuan ton gelondongan kayu-kayu besar itu tidak mungkin roboh karena hujan deras, namun tentu karena gergaji manusia yang memotongnya dalam waktu yang lama. Karena itu rakyat patut menduga bahwa itu merupakan hasil penjarahan manusia secara illegal yang dilakukan bukan oleh satu dua orang tapi mungkin perusahaan-perusahaan besar , korporasi besar yang rakyat tidak tahu apakah mereka mendapatkan ijin resmi pemerintah untuk membabat hutan-hutan pulau Sumatra dan tidak mungkin mereka ini diam-diam selama bertahun-tahun menebang hutan tanpa diketahui pemerintah. Karena penebangan yang menyebabkan ribuan ton gelondongan kayu itu tentu memerlukan kendaraan alat-alat berat, memerlukan base – camp, membutuhkan modal besar, membutuhkan karyawan banyak dsb.
Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution mengaku bakal melihat kejadian banjir bandang ini nanti. “Ya nanti kita lihat ya (soal banyaknya gelondongan kayu),” kata Bobby Nasution di Lanud Soewondo Medan, Kamis (27/11/2025). Pak Gubernur tentu tidak boleh hanya melihat air bah yang lewat menerjang bumi dimana dia pijak, tapi juga harus melakukan investigasi tentang praktek-praktek illegal yang merusak alam, siapa yang memberikan ijin, siapa korporasi dibelakang penebangan itu, dikirim kemana gelondongan kayu-kayu itu, apakah di ekspor secara illegal seperti nikel di pulau Sulawesi dsb.
Manusia seringkali beralasan bahwa banjir bandang itu diakibatkan karena cuaca ekstreem. Namun sebenarnya Tuhan mengirim banjir bandang itu untuk membuka aib manusia, membuka kebohongan manusia.
Air bah kiriman Tuhan itu tidak bisa bohong.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Morowali, Tanah Yang Tak Lagi Merdeka

Wanita Pengusaha Nganjuk Dan Rekannya Tewas Dibunuh Di Kamar Kos

Rehabilitasi Ira ASDP dkk, Hotman Paris Puji Pesiden: Bravo, Hebat, Excellent, Akan banyak Kasus Seperti Itu!

Sistem MinerbaOne Kementrian ESDM Sering Error, CERI Dorong Kejaksaan Agung dan KPK Menyelidiki

Yusri Kecam Dua Pimpinan Pertamina Batal Temui Keluarga Korban Rig AU-17 Duri Field

Sri Radjasa: Ketika Akar Kita Mulai Lepas dari Tanahnya

Makna Pernyataan Hotman Paris: Dari Kasus Ira Puspadewi ke Potensi Rehabilitasi Karen Agustiawan

Bandara Morowali dan Banditisme

Kasus Bandara IMIP Morowali Dalam Perspektif Geopolitik Dr. Anton Permana

Faizal Assegaf: “Tutup Semua Pintu Mediasi, Jalur Pengadilan Harus Ditempuh Roy CS”


No Responses