Oleh: Radhar Tribaskoro
Ulama dan intelektual terkemuka KH. Adian Husaini menulis artikel dengan sangat baik berjudul “Meluruskan Sejarah Indonesia”. Melalui artikel itu Adian mempertanyakan kedudukan RA Kartini yang jauh dikedepankan dibanding dengan Tjut Nya Dien, Malahayati dan banyak tokoh perempuan lainnya. Menurut Adian hal itu terjadi karena politik kolonial, Kartini yang bersahabat dengan banyak orang Belanda dilebihkan ketimbang tokoh wanita lain yang kebanyakan anti-kolonial. Beliau berharap agar hal ini diluruskan.
Menurut hemat saya, tidak ada sejarah yang harus diluruskan. Kartini adalah pemikir juga pejuang. Kita menghargai pemikiran dan perjuangan Kartini untuk kepentingan bangsanya. Pemikiran dan perjuangan Kartini itu otentik, bukan karangan Belanda.
Demikian juga Tjut Nya Dien, Malahayati dll. Mereka berjuang untuk melawan penindasan dan ketidak-adilan. Mereka tidak sedang berlomba menjadi paling pahlawan. Saya kira kita tidak berpretensi seperti itu. Kita tidak bermaksud memanfaatkan kepahlawanan mereka untuk menjadi simbol apapun pertikaian di masa kini.
Semuanya, termasuk Kartini, hidup dibesarkan sesuai habitus masing-masing. Mereka tidak meminta menjadi bagian dari pangreh praja yang bekerjasama dengan Belanda, atau bagian dari negara yang menolak dijajah Belanda. Habitus mereka
melanjutkan perjalanan sejarah dan budaya di masyarakat tempat mereka dibesarkan. Perjalanan hidup mereka ditentukan oleh habitus itu. Mereka bisa jadi orang biasa yang hidup sesuai harapan habitusnya, atau menjadi orang yang melampaui kebiasaan.
Kartini, Tjut Nya Dien, Malahayati, dan banyak perempuan Indonesia lain telah berjuang melampaui apa yang diminta oleh habitus mereka. Itu menjadikan mereka orang-orang luar biasa. Menjadikan mereka pahlawan.
Kita seharusnya berbangga. Bangsa kita selama ribuan tahun dipenuhi oleh pahlawan-pahlawan seperti mereka. Generasi sekarang jangan memikirkan siapa lebih pahlawan daripada yang lainnya. Itu tidak berguna. Itu bukan pula apa yang diinginkan oleh para pahlawan perempuan kita itu.
Mereka ingin kita hidup di alam merdeka. Bebas dari kezaliman dan ketidakadilan.
Mereka mungkin berharap agar kita bisa mencontoh: berjuang melampaui apa yang diminta dunia. Harapan mereka adalah agar kita tidak sekadar berjuang untuk kepentingan diri sendiri. Hendaknya kita berjuang untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan publik dan kepentingan masa depan. Itulah kepahlawanan sebenarnya.
Generasi muda saat ini mestinya mulai berpikir dan bertindak out of the box. Bukan. Saya tidak menganjurkan agar kita meninggalkan kotak habitus kita. Namun ada baiknya kita melampaui tuntutan habitus kita dan mulai membentuk habitus yang lebih luas, habitus yang memberi nafas segar bagi siapa pun yang menghikmati Nusantara.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Ikhtiar Meraih Haji Mabrur
Peran Penting Sejarah Dalam Menyusun UUD 1945 Yang Disahkan Pada 18 Agustus 1945 (Bagian 1)
PPATK: 36,67 Persen Anggaran Proyek Strategis Nasional Mengalir ke Politikus dan ASN
Prediksi Kanjeng Senopati: Hal-hal kemungkinan besar terjadi di negeri ini
Makan Siang Gratis Pelajar Untuk Manusia Otot Kawat Balung Besi
Gitu Lho Mas Cara Menjawabnya
Sejak Kecil Melihat Dunia
Sikap kritis dan korektif pada kekuasaan Prabowo-Gibran
Patriotisme Prabowo Gibran Dalam Tema Baru Tertib Keuangan
Melegalkan Praktek Politik Uang = Pendidikan Politik Yang Buruk
No Responses
You must log in to post a comment.